Panyabungan, StartNews – Silaturrahmi Patuan Mandailing dengan Raja Adat Mompang Jae Baginda Daulat Sori Alam bersama namora natoras, hatobangan dan parkahanggian di Kelurahan Mompang Jae, Panyabungan Utara, Madina, berlangsung semarak. Sekitar 60-an tokoh yang diundang menyimak dialog tentang gagasan “Patujoloon Mandailing” itu dengan sangat antusias.
Patuan Mandailing yang didampingi Mangaraja Gunung dari Bagas Godang Gunungtua, Sutan Pelembang dari Bagas Godang Panyabungan Julu, Sutan Pulungan Naposo (Ali Sutan Nasution) dari Bagas Godang Hutabargot dan aktivis budaya Abdul Hamid Nasution alias Mariati dari Pidoli Lombang mengungkapkan harapannya.
Seperti apa pun kondisinya saat ini, Madina harus terus bergerak hingga ke posisi terdepan. Itulah esensi dari ungkapan yang saat ini sudah viral, yaitu “Patujoloon Mandailing”.
“Karena itu, kita harus mampu mengatasi permasalah yang ada. Madina juga harus siap dengan tantangan dan hambatan baru di depan. Seperti apa keadaan Madina setelah ada di barisan terdepan kabupaten/kota yang ada di Sumut atau Indonesia?” ungkapnya.
Kegiatan tastas nambur (langkah awal) putaran kelima Patuan Mandailing, H Hasanul Arifin Nasution S.Sos dari Bagas Godang Hutasiantar, seperti biasanya diawali kalimat pemangkal hata (pengantar) dalam bahasa Mandailing yang sangat halus.
IPM dan PAD
Di posisi terdepan itu, tentu Madina sudah harus mampu menyelesaikan problem-problem yang sebelumnya membelenggu. Soal IPM (Indeks Pembangunan Manusia) sudah mesti terdepan, PAD-nya (Pendapatan Asli Daerah), sudah harus naik.
Untuk bisa bergerak, apalagi untuk mendapatkan beberapa kali lipat dari PAD 2023 yang nampaknya belum menyentuh angka Rp 100 milyar, butuh banyak terobosan.
Dengan PAD Rp 300 milyar saja, lanjut Patuan Mandailing, APBD pun bisa mencapai Rp 2 trilyun, maka dunia usaha dan pertanian di Madina sudah jauh membaik sehingga lapangan kerja yang terbuka pun akan jauh lebih memadai.
“Namun, untuk sampai ke posisi terdepan itu, tentu Madina butuh energi, tenaga atau SDM yang sangat-sangat besar atau banyak. Bagaimana strategi, program, kegiatan dan caranya agar masyarakat Madina makmur, bahagia lahir-batin?” tanya Patuan Mandailing menggugah.
Dia pun menambahkan sentuhannya, “Karena itulah, harajaon yang terlibat dalam peletakan dasar-dasar pembentukan kabupaten ini merupakan bagian tak terpisahkan dari Mandailing Natal. Sudah seharusnya kami berinisiatif bikin kegiatan silaturrahmi seperti ini.
Sehingga, masyarakat umumnya memiliki pemahaman yang sama dan pergerakan yang sinergis sehingga memungkinkan untuk sampai ke posisi terdepan itu.
“Bukankah kita yang di sini juga siap berpartisipasi marsialap ari dalam rangka “Patujoloon Mandailing”?” tanyanya.
Lebih jauh lagi, Patuan Mandailing pun menegaskan bahwa kalau hanya silaturrahmi ke Panyabungan Selatan, Siabu, Morsip dan Pakantan yang bisa menjadi motivasi untuk mengambil peran partisipatif, mustahil program kita bisa membawa Madina ke posisi terdepan. Mompang sekitar juga mesti solid dan komit.
Dia bermohin agar tidak ada pihak yang salah paham dengan kegiatan silaturrahmi itu. Itu bukan kerja-kerja politik. Hanya silaturrahmi budaya.
“Jadi, dengan silaturrahmi seperti ini, jangan pula kami atau kita dianggap sebagai tim sukses. Kita punya kepedulian dan inisiatif. Kita sudah ambil peran. Semuanya untuk “Patujoloon Mandailing” secara elegan, bersahaja dan semangat penuh.”
Siap Pasang Badan
Pada sesi dialog, mengemuka pertanyaan terkait dengan peran harajaon di kemudian hari. Bisakah harajaon itu menjadi jembatan atau saluran aspirasi masyarakat?
Menanggapi pertanyaan tajam yang secara khusus diarahkan kepadanya, Baginda Daulat Sori Alam dari Bagas Godang Mompang Jae mengutarakan: “Dalam rangka “Patujoloon Mandailing”, insya-Allah kami siap pasang badan terlibat dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat, utamanya di luat Mompang ini.”
Terkait soal pertanian di luat Mompang yang sejak Madina mekar dari Tapanuli Selatan, nyaris tidak ada penyuluh pertanian yang datang memberikan informasi mumpuni, advokasi dan dukungan yang diharapkan, dia mengatakan, “Kita juga siap pasang badan untuk memastikan luat Mompang punya penyuluh pertanian yang bisa bekerja total dengan skill cukup.”
Tokoh Panyabungan Utara itu mengaku bahwa pihaknya sebenarnya tidak tutup mata dengan problem yang ada, terutama dalam pertanian.
“Kita merasa miris ketika petani kesulitan dalam pengairan, bibit, masa tanam, pupuk, perlatan panen seperti rontok dan harga gabah yang naik-turun. Kami sebenarnya merasa semakin sedih karena tidak bisa berbuat apa-apa.
Apa daya, tambahnya, sejak menyerahkan mandat tanpa syarat kepada NKRI ini pada 1945, harajaon itu sudah tidak berdaya, bahkan semakin tersisih. Lebih-lebih karena pemerintah daerah pun tidak membuka ruang agar para pemimpin informal punya kesempatan untuk mengabdi dalam dinamika pembangunan Madina.
Reporter: Rls