Jakarta, StartNews – Di tengah efisiensi anggaran, biaya pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 24 daerah pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) justru menjadi tanggung jawab pemerintah daerah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Masalah tersebut menjadi perhatian utama Komisi II DPR setelah adanya putusan MK terkait sengketa hasil Pilkada 2024.
Wakil Ketua Komisi II DPR Muhammad Rifqinizamy Karsayuda menegaskan anggaran pelaksanaan PSU menjadi tanggung jawab pemerintah daerah melalui APBD. Namun, dia menyampaikan ada kemungkinan perbantuan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) jika diperlukan.
“Terkait efisiensi anggaran, saya kira bagaimanapun 24 putusan Mahkamah Konstitusi ini akan menjadi kewajiban bagi APBD masing-masing. Kami tentu akan melakukan exercisement dengan kementerian terkait, terutama Kementerian Dalam Negeri. Jika memang dibutuhkan, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, APBN bisa melakukan perbantuan,” ujar Rifqinizamy, seperti dirilis Parlementaria, di Jakarta, Selasa (25/2/2025).
Itu sebabnya, dia menekankan pentingnya koordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk memastikan pelaksanaan PSU tidak terganggu oleh kendala pendanaan. Dia juga mengingatkan bahwa putusan MK harus segera dilaksanakan demi menjaga integritas Pemilu dan menjamin terselenggaranya pemerintahan daerah yang definitif.
“Prinsip dasarnya putusan MK harus segera kita laksanakan, karena jika tidak, bukan hanya kita tidak menghargai konstitusi, tetapi pada sisi yang lain, kita tidak mendapatkan kepala daerah yang definitif hasil Pemilu kita,” kata politisi Fraksi Partai NasDem itu.
Sebab itu, kata dia, KPU bersama Komisi II DPR berkomitmen mengawal proses PSU agar berjalan transparan, efisien, dan bebas dari potensi gugatan hukum lebih lanjut. Dia berharap pelaksanaan PSU berjalan lancar dan memberikan kepastian hukum bagi hasil Pilkada di 24 daerah yang terdampak putusan MK.
Perlu diketahui, selain persoalan anggaran, Komisi II DPR menilai pelaksanaan PSU akan menghadapi tantangan lainnya seperti kesiapan logistik, distribusi surat suara, serta koordinasi dengan aparat penegak hukum (APH) untuk memastikan kelancaran proses pemungutan suara.
Oleh karena itu, Komisi II DPR mendorong KPU untuk memastikan segala aspek teknis telah dipersiapkan dengan matang agar PSU tidak menimbulkan polemik baru.
Lebih lanjut, keterlibatan masyarakat dalam PSU menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan. Sosialisasi mengenai pelaksanaan PSU harus dilakukan secara masif agar pemilih mengetahui hak dan kewajibannya dalam menggunakan suara mereka kembali.
Dengan berbagai langkah antisipatif yang dilakukan KPU dan pengawasan ketat dari Komisi II DPR, PSU di 24 daerah bisa terlaksana dengan transparan serta menghasilkan pemimpin yang benar-benar mencerminkan pilihan rakyat.
Reporter: Sir