Tapsel, StartNews – Satu individu orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis) di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara (Sumut), ditemukan masyarakat Desa Aek Nabara, Kecamatan Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan, dalam keadaan lemah. Hewan yang sangat dilindungi itu keluar dari habitatnya di kawasan hutan Cagar Alam Dolok Sibualbuali, diduga hendak mencari makan di peladangan milik warga.
“Orangutan itu sudah dibawa petugas karena kondisinya sangat lemah,” kata Muhammad Yusuf (35), peladang ditemui Sinar Tabagsel, Rabu, 5 April 2023.
Menurut Yusuf, orangutan tapanuli itu berkali-kali mendatangi peladangan warga yang berbatasan dengan Cagar Alam Dolok Sibualbuali. Warga tidak mengusiknya karena mengira orangutan tapanuli itu sekadar melintas. Namun, orangutan tapanuli itu selalu muncul dan tampak kekurangan bahan makanan.
Menduga orangutan tapanuli yang bertyubuh kurus dan terlihat sangat lemah, warga khawatir akan terjadi sesuatu terhadap hewan yang dilindungi tersebut. “Kalau sampai orangutan tapanuli ditemukan mati di perladangan kami, nanti kami yang disalahkan,” kata Anwar (37), peladang asal kampung Batu Satahil.
Sebab itu, warga kemudian melaporkan penemuan orangutan tapanuli itu kepada petugas di BKSDA (Badan Konservasi Sumber Daya Alam) Seksi Konservasi Wilayah V Sipirok. Pada Rabu, 23 Maret 2023, Tim Seksi Konservasi Wilayah V Sipirok bersama lembaga mitra HOCRU OIC datang mengecek ke lapangan.
Petugas kemudian menembak bius dan mengevaskuasi orangutan tapanuli yang dinilai mengalami kurang gizi (malnutrisi). Di tubuh orangutan tapanuli itu tidak ditemukan adanya luka yang membuatnya kesulitan mencari makan, atau cacat pada tubuhnya.
Dalam keterangan BKSDA Sumut disebutkan , dari hasil pemeriksaan, dokter menyimpulkan bahwa orangutan tersebut butuh pemeriksaan lebih lanjut di tempat yang lebih memadai (dalam hal ini, tempat karantina/rehabilitasi) untuk mendapatkan perawatan dan pemantauan intensif dengan segera mungkin.
Habitat Rusak
Orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis) hanya hidup di bentang alam Ekosistem Batangtoru yang luasnya 195.288 hektare. Wilayah jelajah orangutan meliputi kawasan Ekosistem Batangtoru Blok Barat dan Blok Timur, mencakup wilayah Kabupaten Tapnuli Tengah, Tapanuli Selatan, dan Tapanuli Utara.
Habitat Ekosistem Batangtoru ini, sejak tahun 2007, mulai rusak. Pasalnya, pemerintah pusat memberikan izin berupa kontrak karya kepada PT Agincourt Resources untuk menambang emas di dalam kawasan Ekosistem Batangtoru. Memiliki dua titik konsesi tambang emas seluas 26.660 hekatre, aktivitas PT AR yang menggunakan bahan peledak dan alat-alat berat mempengaruhi kehidupan orangutan tapanuli.
Kawanan hewan yang oleh International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) ditetapkan statusnya sebagai terancam kritis (Critically Endangered) dalam Red List of Threatened Species), ini kemudian mengalihkan wilayah jelajahnya dari Blok Barat di sekitar Kecamatan Batangtoru ke wilayah Kecamatan Marancar.
Namun, sejak 2015, ketika pemerintah memberikan izin kepada PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) membangun Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA) Batangtoru di atas lahan 6.116 hekatre di dalam kawasan Ekosistem Batangtoru, habitat orangutan tapanuli semakin terganggu. Pasalnya, lokasi operasional PT NSHE yang berada di dalam kawasan Ekosistem Batangtoru, merupakan daerah persebaran orangutan tapanuli. Aktivitas operasional PT NSHE sejak 2015 melakukan konstruksi untuk membangun infrastruktur PLTA Batangtoru, justru menyingkirkan orangutan tapanuli.
Suara ledakan yang acap terdengar dari kegiatan penghancuran batu dengan peledak dan mengeboran untuk pembuatan terowongan yang menggunakan alat-alat berat, menjadi faktor penyebab kawanan orang utan meninggalkan Ekosistem Batangtoru Blok Barat. Wilayah jelajah orangutan tapanuli semakin menyempit, sebagian besar di wilayah Ekosistem Batangtoru Blok Timur yang dominan merupakan kawasan Cagar Alam Dolok Sibualbuali 5.000 hektare dan Cagar Alam Dolok Sipirok 6.000 hekatre.
Namun, bentang alam Ekosistem Batangtoru Blok Timur tidak sekompleks ekosistem di Blok Barat. Blok Timur tidak banyak menyediakan kebutuhan utama orangutan tapanuli, seperti sumber makanan, bersarang, ruang untuk pergerakan musiman dan arboreal, hubungan sosial orangutan, dan perlindungan dari pemangsa mereka. Sebagian besar kawasan Cagar Alam Dolok Sibualibuali dan Cagar Alam Dolok Sipirok telah terkontaminasi manusia, di mana banyak ditemukan perladangan dan jarang ditemukan pohon-pohon tinggi untuk orangutan tapanuli bersarang.
Sering Masuk Ladang
Masyarakat yang tinggal berbatasan dengan Cagar Alam Dolok Sibualbuali mengatakan, belakangan orangutan tapanuli semakin sering menyambangi perladangan mereka. Pasalnya, habitat orangutan tapanuli tidak lagi menyediakan sumber makanan yang dibutuhkan.
“Kami tidak bisa membantu. Kalau sedang musim buah, biasanya orangutan akan datang. Tapi, kalau tidak sedang musim, apa yang harus dikasih,” kata Anwar.
Kurangnya sumber makanan di kawasan Ekosistem batangtoru Blok Timur, disamping riskan membuat orangutan tapanuli bertemu dengan manusia, berdampak terhadap pelestarian orangutan tapanuli. Spesies orangutan ini berada di ambang kepunahan karena terusisr dari habitatnya yang lama, yang sudah dikuasai oleh tiga proyek besar: PLTA Batang Toru, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sarulla, dan tambang emas Martabe.
Proyek PLTA Batang Toru yang dibangun oleh PT NSHE, perusahaan patungan PLN dengan BUMN Cina (SDIC). Proyek ini merupakan proyek strategis nasional dalam rangka menguatkan program energi baru terbarukan melalui penyediaan energi listrik oleh PLN sebanyak 35.000 MegaWatt yang melibatkan perusahaan listrik swasta. Proyek PLTA ini sedang dalam tahap konstruksi, dan aktivitas operasionalnya mempengaruhi habitat orangutan tapanuli. (*)