Gianyar, StartNews – Walau sempat merusak tatanan ekonomi, tetapi pandemi Covid-19 tetap membawa hikmah. Paling tidak, hikmah itulah yang dirasakan oleh puluhan petani di Kecamatan Blahbatu, Kabupaten Gianyar, Bali. Sektor pariwisata yang terpuruk memotivasi mereka untuk beralih ke budidaya ikan lele. Kesamaan ide dan tujuan ini melahirkan komunitas Petani Lele Tangguh atau disingkat Pletan.
Awalnya, komunitas Pletan ini hanya empat orang. Mereka memanfaatkan kembali kolam-kolam tambak udang yang tidak berproduksi lagi menjadi kolam-kolam budidaya ikan lele. Hasilnya, lumayan. Paling tidak sejak Oktober 2022 hingga Maret 2023, para pembudidaya lele ini sudah merasakan tiga kali hasil panen.
Ketut Purnama, anggota sekaligus pendiri Pletan, mengaku secara perlahan mulai beralih dari usaha pariwisata ke bisnis pertanian dan peternakan, termasuk budidaya lele. Menurut dia, bisnis pertanian dan peternakan realatif lebih kuat menghadapi perubahan situasi.
Besarnya potensi bisnis budidaya lele ini membuat petani yang bergabung menjadi anggota Pletan terus bertambah seiring perjalanan waktu. Kini sudah ada 25 petani yang mendeklarasikan diri sebagai anggota Petani Lele Tangguh (Pletan).
Para anggota Pletan ini tersebar di berbagai desa di Kecamatan Blahbatu. Mereka mempunyai kolam ikan lele masing-masing. Seperti Ketut Purnama yang menggarap puluhan kolam budidaya lele di Keramas.
Menurut Ketut, ceruk pasar lele di Provinsi Bali masih relatif besar. Provinsi yang menjadi destinasi wisata kelas dunia ini membutuhkan sekitar 12 ton lele setiap hari. Sementara para petani lele di Bali hanya mampu memenuhi 55 persen dari total kebutuhan tersebut. Sisanya, 45 persen kebutuhan lele di Bali masih didatangkan dari Pulau Jawa, khususnya Jawa Timur.
“Jadi, kita masih punya peluang mengisi 45 persen pasar lele di Bali,” ujar Ketut.
Untuk membangun budidaya lele tersebut, Pletan tidak mendapatkan bantuan modal dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gianyar. Mereka lebih condong swadaya dan saling gotong-royong membangun kolam-kolam lele lengkap dengan peralatannya.
“Tanpa bantuan pemerintah, kami justru ingin menjadi pilot project-nya pemerintah. Biarlah kami yang nanti jadi acuan pemerintah dalam membudidayakan lele ini,” kata Ketut.
Hingga saat ini, para petani anggota Pletan belum menemui kendala signifikan dalam berternak ikan lele. Menurut Ketut, sejauh ini ketersediaan bibit dan pakan lele masih lancar.
Mereka mendapat pinjaman dana melalui e-Fishery untuk membeli pakan dari distributor dengan sistem cicilan per bulan. Plafon pinjaman melalui e-Fishery ini mencapai Rp2,5 miliar.
Sebagai petani lele yang masih relatif belia, Ketut menyadari komunitasnya masih harus banyak belajar dari para petani lele di daerah lain. Terutama dalam meningkatkan kualitas dan mengembangkan distribusi hasil panen lele.
Itu sebabnya, mereka tak segan-segan mengeluarkan biaya untuk studi tiru ke pusat budidaya lele di Kediri, Jawa Timur.
Budidaya ikan lele menjadi salah satu solusi bagi ketahanan pangan masyarakat. Upaya menciptakan ketahanan pangan bertujuan menjamin ketersediaan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu dengan gizi seimbang, baik pada tingkat nasional, daerah hingga rumah tangga secara mandiri.
Reporter: Sir