Jakarta, StartNews – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan 15 tersangka baru dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR dan Pengesahan APBD Kabupaten Muara Enim tahun 2019.
Para tersangka adalah AFS, AF, MD, SK, dan VE. Mereka anggota DPRD Kabupaten Muara Enim periode 2019-2023. Sepuluh tersangka lainnya adalah DR, EH, ES, FA, HD, IR, MR, TM, UP, dan WH. Mertea anggota DPRD Kabupaten Muara Enim periode 2014-2019.
“Para tersangka diduga telah menerima pemberian uang sekitar Rp 3,3 miliar sebagai uang aspirasi atau uang ketuk palu yang diberikan oleh pihak swasta, Robi Okta Fahlevi. Pemberian ini dimaksudkan agar Robi bisa kembali mendapatkan proyek pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim tahun 2019,” kata Ali Fikri, juru bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK.
Dengan dimenangkannya Robi untuk mengerjakan beberapa proyek dimaksud dengan nilai kontrak mencapai Rp 129 miliar, kata Fikri, Robi melalui A. Elfin MZ Muhtar melakukan pembagian komitmen fee kepada beberapa pihak dengan jumlah beragam.
“Sedangkan nilai komitmen fee untuk para tersangka di atas diduga total Rp 5,6 miliar,” katanya.
Atas perbuatannya tersebut, para tersangka disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“KPK selanjutnya melakukan penahanan kepada para tersangka untuk 20 hari kedepan terhitung mulai tanggal 13 Desember 2021 sampai 1 Januari 2022,” ungkapnya.
Tersangka AFS, AF, DR, ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih. Tersangka ES, FA, SK, ditahan di Rutan KPK Kavling C1. Tersangka EH, HD, IR, MR, TM, UP, dan WH ditahan di Rutan KPK Pomdam Jaya Guntur. Tersangka MD dan VE ditahan di Rutan Polres Jakarta Selatan.
Para tersangka akan menjalani isolasi mandiri di rutan masing-masing sebagai upaya pencegahan penularan Covid-19 di lingkungan rutan KPK.
“KPK mengingatkan bahwa DPRD adalah representasi aspirasi rakyat. Sehingga, sudah sepatutnya menjalankan tugas dan tangung jawabnya untuk mengawasi dan memastikan jalannya pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah sesuai ketentuan dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi rakyatnya. Bukan justru memanfaatkan jabatannya untuk melakukan korupsi secara berjamaah,” papar Fikri.
Dia mengatakan korupsi proyek pembangunan yang sudah dilakukan sejak awal perencananannya akan memunculkan potensi korupsi pada tahap-tahap berikutnya, yakni pada proses pelaksanaan dan pengawasannya.
Sehingga, produk akhir dari barang dan jasa yang dihasilkan memiliki kualitas yang tidak semestinya. Hal tersebut mencederai program pembangunan yang terus digencarkan pemerintah dalam rangka pemulihan ekonomi nasional.
Reporter: Rls/Sir