Panyabungan, StartNews – Kondisi objek wisata Sampuraga di Desa Sirambas, Kecamatan Panyabungan Barat, Kabupaten Mandailing Natal (Madina) makin tidak terurus. Berdasarkan pantauan pada Sabtu (18/1/2025) lalu, sejumlah fasilitas yang ada di objek wisata itu terlihat mulai rusak.
Wisatawan dari luar Madina mulai jarang mengunjungi objek wisata yang identik dengan cerita rakyat tentang anak durhaka itu.
Pemerintah daerah pernah merenovasi objek wisata itu pada pada 12 Juni 2020. Pemerintah membangun pagar pembatas dengan sumber air panas Sampuraga. Kini pagar besi itu mulai berongga dan goyang, sehingga membahayakan keselamatan pengunjung.
Lukman Batubara, warga yang mengutip retribusi di tempat itu, mengatakan objek wisata Sampuraga mulai rusak karena sepi pengunjung. Pemasukan dari retribusi pengunjung berkurang drastis, sehingga tidak ada dana untuk biaya pemeliharaan objek wisata itu.
“Objek wisata ini hanya ramai pengunjung saat momen Lebaran dan tahun baru,” katanya.
Dikutip dari rri.co.id, objek wisata kolam air panas Sampuraga berlatar belakang cerita rakyat. Masyarakat sekitar percaya bahwa Sampuraga merupakan nama seorang anak yang durhaka kepada ibunya.
Suhu kolam air panas Sampuraga berkisar 90-100 derajat celcius. Wisatawan pun dapat melihat air panas berbuih dengan aman dan nyaman di balik pagar yang dibuat warga setempat.
Dari beragam cerita, konon kisah ini bermula saat Sampuraga hidup di Padang Bolak. Daerah ini kini dikenal dengan nama Padang Lawas Utara. Dia tinggal bersama ibunya yang sudah berstatus janda dan setiap hari hanya menjadi pencari kayu bakar. Demi membantu ibunya, Sampuraga meminta restu sang bunda untuk pergi merantau ke Sirambas.
Sampuraga bercita-cita ingin mengubah nasib mereka. Dia bekerja sangat tekun pada saudagar kaya di sana. Sang saudagar pun akhirnya menjodohkan Sampuraga dengan putri cantiknya. Tentu saja Sampuraga setuju.
Tibalah saatnya acara pesta pernikahan untuk mereka berdua. Sang Ibu yang sudah renta mendengar berita tersebut. Tentu saja, dia ingin menemui sang anak yang sudah lama jauh darinya. Sang Ibu datang ke pesta itu dan berharap bisa bertemu dengan anaknya. Tetapi yang terjadi kemudian adalah Sampuraga justru lupa diri. Dia tidak mengakui kalau itu ibunya.
Dia malu kepada istrinya karena ibunya terlihat sangat tua renta dan miskin. Dia menyuruh ibunya untuk pergi dari tempat itu. Sampuraga berkata, “Hei orang tua, kamu bukan ibu kandungku! Ibuku telah lama meninggal dunia. Pergi!!!”
Sampuraga tidak peduli dengan kesedihan dan penderitaan ibunya. Ibunya pun pergi sambil memohon dan berdoa kepada Allah SWT.
Ibunya mengutuk Sampuraga karena kedurhakaannya yang tidak lain dibutakan oleh kekayaannya. Sampuraga lupa bahwa ia pernah disusui oleh ibunya.
Atas kehendak Allah SWT, datanglah badai dan gempa secara tiba-tiba. Di sekitar tempat istana, terjadi banjir, dan tempat tersebut dihempas oleh udara.
Sampuraga tenggelam, dan tempat itu menjadi sumur air panas. Tempat itulah yang kemudian dikenal dengan nama air panas Sampuraga di Desa Sirambas.
Kisah legenda tersebut memiliki makna yang mendalam. Hal tersebut disampaikan dosen Antropologi Universitas Sumatera Utara, Dr. Erond L. Damanik.
“Sebenarnya kisah memberikan makna supaya setiap anak jangan pernah merasa malu kepada ibunya. Bagaimana pun kondisinya, dia tetap ibu yang harus kita hargai,” katanya.
Reporter: Erni Sasmita/STAIN Madina