Panyabungan, StartNews – Perolehan penghasilan asli daerah (PAD) Kabupaten Mandailing Natal (Madina) dari sektor retribusi parkir tepi jalan umum terus meningkat dalam lima tahun terakhir.
Kepala Dinas Perhubungan Madina Adi Wardana mengatakan dasar hukum penarikan retribusi ini adalah Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 66 Tahun 1993 tentang Fasilitas Parkir untuk Umum.
Hayuaranet.com memberitakan pada Kamis (10/4/2025), tahun 2020 Dishub Madina berhasil mengumpulkan Rp102,5 juta atau 25,31 persen dari target PAD Rp404,9 juta. Tahun berikutnya, pendapatan naik menjadi Rp219,5 juta. Angka itu setara dengan 43,04 persen dari target yang dibebankan Rp510 juta.
Lalu, tahun 2022 Dishub kembali berhasil menaikkan pendapatan menjadi Rp320 juta atau 62,75 persen dari target yang dipatok Rp510 juta. Capaian paling maksimal dalam lima tahun terakhir terjadi pada tahun 2024 yakni sebesar Rp382,6 juta atau 75,03 persen dari Rp510 juta.
Tahun lalu, Dishub berhasil menarik PAD dari parkir tepi jalan sebesar Rp366,5 juta. Angka ini setara dengan 66,34 persen dari target yang dibebankan, yakni Rp561 juta. Target tersebut naik dari tahun-tahun sebelumnya.
Pengelolaan parkir ini, kata Adi, diborongkan kepada pihak ketiga sesuai dengan Peraturan Bupati Nomor 41 tahun 2021 tentang Tata Cara Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum. “Jadi, ada dasar hukumnya, termasuk kemitraan dengan pihak ketiga sebagai pengelola. Itu diatur dalam Pasal 6 Ayat 1 di perbub tersebut,” kata dia.
Adi menjelaskan beberapa langkah yang diambil pihaknya untuk memasksimalkan PAD dari sektor parkir tepi jalan. Salah satunya adalah mengevaluasi pihak ketiga yang tidak patuh dengan kesepakatan dalam MoU.
“Jadi, pihak ketiga ini diikat dengan MoU. Kalau ada yang tidak maksimal kami berikan teguran sampai pada penarikan pengelolaan. Bahkan ada yang hanya tiga bulan sudah diganti karena tidak berhasil mencapai target,” jelas dia.
Di sis lain, tambah Adi Wardana, pergantian pengelola parkir ini berpengaruh dalam peningkatan setoran PAD. Sebagai imbalan, dia mempertahankan kemitraan dengan pengelola yang berhasil memenuhi tanggung jawab sesuai MoU.
“Misalnya parkir di Panyabungan, dalam tiga tahun terakhir pengelola berhasil menjaga kepercayaan tanpa pernah menunggak atau terutang. Padahal setiap tahun kami naikkan nilai kontrak yang harus dipenuhi,” jelas Adi.
Untuk zona Panyabungan, pada 2021 pengelola hanya diwajibkan menyetor Rp13 juta per bulan. Tahun berikutnya dinaikkan menjadi Rp15 juta per bulan. Lalu pada 2023, target kembali dinaikkan menjadi Rp16 juta.
Sementara tahun 2024, pengelola diwajibkan menyetor Rp16,5 juta per bulan. Tahun ini, nilai kontrak yang harus dipenuhi pihak ketiga adalah Rp16,7 juta per bulan. “Selalu kami naikkan dengan tujuan secara perlahan target PAD itu bisa dicapai hingga 100 persen,” sebut dia.
Meskipun pihak ketiga saat ini selalu memenuhi nilai kontrak yang dibebankan, dia mengaku membuka peluang bagi individu atau organisasi maupun lembaga lain untuk mengelola parkir dengan nilai kontrak yang lebih besar.
“Kalau ada yang mampu melampaui nilai kontrak itu, tentu kami buka peluang. Misalnya ada yang menawar Rp300 juta per tahun untuk Panyabungan saja, kenapa tidak,” terang kadis.
Adi Wardana mengungkapkan, parkir tepi jalan dibagi dalam lima wilayah dengan nilai kontrak paling besar adalah Panyabungan yang dipatok pada angka Rp200 juta per tahun. Masing-masing zona punya pengelola atau pihak ketiga tersendiri.
“Bukan satu pengelola untuk seluruh parkir tepi jalan di Madina, ada lima. Tapi, yang paling besar adalah wilayah Panyabungan,” tuturnya.
Adi menerangkan, penunjukan pihak ketiga dilakukan lewat penawaran, bukan lelang. Sebab, sampai hari ini belum ada regulasi yang mengatur pelelangan pengelolaan parkir tepi jalan.
“Kalau misalnya ada perda yang mengatur itu, apalagi kewajiban pembayaran kontark di muka, tentu ini akan lebih maksimal PAD yang dapat kita tarik,” katanya.
Di sisi lain, Adi Wardana mengungkapkan bahwa setiap tahun pihaknya selalu memberikan karcis parkir kepada pengelola. Tidak hanya itu, para juru parkir juga telah dibekali atribut yang menunjukkan legalitas penarikan retribusi.
“Mereka kami berikan sosialisasi. Jadi, kalau misalnya ada yang tidak memberikan karcis, kami minta kepada pihak ketiga untuk memperhatikan ini,” tutur Adi Wardana.
Reporter: Rls