Panyabungan, StartNews – Narkotika dan obat-obatan (narkoba) masih menjadi momok di Kabupaten Mandailing Natal (Madina). Peredaran dan penyalahgunaan barang haram itu, khususnya ganja dan shabu, masih terbilang masif di kabupaten paling selatan Sumtera Utara ini.
Berdasarkan rekapitulasi data yang dirilis Polres Madina pada kurun waktu Januari hingga Oktober 2021, jumlah penindakan terhadap peredaran dan penyalahgunaan narkoba mencapai 67 kasus dengan total 90 tersangka. Dari jumlah tersebut, kasus yang berhasil diselesaikan hingga ke meja hijau (P21) sebanyak 50 kasus atau 75 persen.
Dari 90 tersangka yang diamankan polisi, sebanyak 12 orang di antaranya masuk kategori pengguna, 8 orang berstatus kurir, 4 orang kategori bandar, dan 66 orang sebagai pengedar.
Mayoritas tersangka (34 orang) yang ditangkap berstatus pengangguran. Sementara 26 orang lainnya bekerja sebagai petani, 4 orang berstatus mahasiswa dan pelajar, serta 26 orang wiraswasta.
Ironisnya, sebagian besar tersangka kasus narkoba tersebut dari kelompok usia produktif (36-50 tahun) sebanyak 42 orang. Selain itu, 23 tersangka dari kelompok usia 19-25 tahun, 22 tersangka kelompok usia 26-35 tahun, dan 3 tersangka usia 15-18 tahun.
Yang membuat kaget, jenis narkoba yang dikonsumsi hampir berimbang. Untuk jenis ganja, Polres Madina melakukan penindakan sebanyak 32 kasus dengan total barang bukti ganja 635,51 kilogram. Sedangkan jenis shabu sebanyak 35 kasus dengan totaL barang bukti 293 gram.
Jika dibandingkan dengan data tahun 2020, penindakan kasus narkoba di Madina mengalami penurunan dari aspek kuantitas. Tahun lalu (2020), Polres Madina melakukan penindakan sebanyak 103 kasus dengan jumlah tersangka 146 orang. Itu artinya, ada penurunan jumlah penindakan sebanyak 36 kasus atau 37 persen pada tahun 2021.
Begitu juga jumlah tersangka. Pada tahun 2021, ada 90 tersangka kasus narkoba yang berhasil diamankan atau berkurang 56 tersangka dibanding tahun 2020 sebanyak 146 tersangka.
Pada tahun 2020, Polres Madina berhasil menyita barang bukti berupa daun ganja 101,9 kilogram, pohon ganja sebanyak 15.005 batang, biji ganja sebanyak 1,27 kilogram, dan shabu seberat 139,98 gram.
Besarnya jumlah barang bukti ganja yang disita pada tahun 2020 berkat operasi pemusnahan ladang ganja yang dilakukan Polres Madina bekerja sama dengan BNNK Madina di Tor Sihite yang berada di Kecamatan Panyabungan Timur dan Kecamatan Tambangan.
Menanggapi penurunan jumlah penindakan kasus narkoba pada tahun 2021, Kapolres Madina AKBP Horas Tua Silalahi mengatakan penurunan tersebut bukan karena Polres Madina mengerem operasi pemberantasan peredaran dan penyalahgunaan narkoba pada masa pandemi Covid-19.
“Pada masa pandemi ini, kami tetap gencar menggelar operasi pemberantasan peredaran narkoba,” kata AKBP Horas Tua Silalahi, didamping Kasat Narkoba Polres Madina AKP Mansong Nainggolan, kepada StartNews, Jumat (15/10/2021) lalu.
Horas menjelaskan, jumlah tersangka dan barang bukti narkoba yang berhasil diamankan lebih banyak pada tahun 2020 lantaran Polres Madina bekerja sama dengan Badan Nasional Narkotika Kabupaten (BNNK) Madina menggelar operasi pemusnahan ladang ganja di Tor Sihite yang berada di Kecamatan Panyabungan Timur dan Kecamatan Tambangan.
Menurut Horas, pihaknya terus berupaya memutus simpul-simpul peredaran narkoba di Madina dengan memetakan status pelaku mulai dari bandar, pengedar, pengguna, dan sumber barang haram tersebut.
“Misalnya ganja, sumber barangnya dari Tor Sihite. Kalau dari sisi peredarannya biasanya melalui jalur Tambangan. Nah, kami potonglah jalur distribusi itu. Kalau peredaran narkoba jenis shabu, kami sudah menangkap bandar besarnya di daerah Tabuyung (Kecamatan Muara Batang Gadis). Bandar inilah simpul peredaran shabu di wiayah Pantai Barat. Inilah strateginya, memutus simpul-simpul peredarannya,” papar Horas.
Pencegahan
Polres Madina juga telah menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk mencegah masifnya peredaran narkoba dan meningkatnya jumlah korban barang haram ini. Satu di antara upaya pencegahan yang dilakukan adalah mendirikan Kampung Tangguh Narkoba di Hutasiantar dan Lumbanpasir, Kecamatan Panyabungan.
Melalui program Kampung Tangguh itu, Polres Madina gencar menyosialisasikan bahaya narkoba kepada masyarakat. Sehingga, masyarakat juga punya tanggungjawab dan timbul kepeduliannya untuk bersama-sama memberantas peredaran narkoba di lingkungan masing-masing.
“Pencegahan itu juga bisa dilakukan dari hulu. Mulai dari peranan orangtua dalam mengawasi anak-anaknya. Juga peran tokoh-tokoh masyarakat dalam membina kalangan remaja agar terhindar dari ancaman bahaya narkoba,” tutur Horas.
Polres Madina juga menjalin kerja sama dengan partai-partai politik untuk mengadakan sosialisasi bahaya narkoba kepada masyarakat.
Menurut Horas, porsi pencegahan seharusnya lebih besar dibanding upaya penindakan. Itu sebabnya, peran serta pemerintah daerah dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.
Pencegahan dapat dimulai dari lingkungan keluarga dan tempat tinggal dengan membentuk relawan anti-narkoba. Masyarakat juga diharapkan melaporkan jika mengetahui bentuk penyalahgunaan narkoba dan peredaran gelap narkotika.
Melihat peredaran narkoba di Madina yang pelakunya mayoritas pengangguran, fenomena ini harus menjadi perhatian pemerintah daerah. Dengan kata lain, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya harus berupaya maksimal membuka lapangan kerja yang legal untuk mengurangi jumlah pengangguran di Madina.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Madina, jumlah angkatan kerja di Madina pada Agustus 2020 mencapai 206 ribu orang. Sementara jumlah pengangguran di kabupaten ini mencapai 13.397 orang pada 2020. Sedangkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Madina pada 2020 mencapai 6,50 persen.
“Kenapa tersangka narkoba itu banyak pengangguran? Secara logika, mereka kan nggak punya uang. Kenapa mereka bisa terlibat narkoba. Apakah bisnis narkoba ini jadi solusi pekerjaan,” kata Horas.
Banyak aspek yang perlu diperhatikan untuk mencegah peredaran narkotika. Pemerintah daerah, misalnya, harus punya kebijakan dan program nyata untuk mencegah peredaran narkotika di kalangan masyarakat. Apalagi banyak masyarakat Madina yang terlibat urusan narkotika dari kalangan usia produktif dan berstatus sebagai petani, yang sejatinya jauh dari masalah pelanggaran hukum.
Mengenai ladang ganja di Tor Sihite, pemerintah telah berupaya mengalih-fungsikan ladang ganja tersebut ke lahan pertanian. Pemerintah melepaskan lahan hutan untuk dijadikan lahan pertanian. Kini suda ada sebelas kelompok tani di Tor Sihite yang diberikan hak untuk mengelola lahan hutan tersebut menjadi lahan pertanian holtikultura sejak November 2020.
“Sekarang status hutan itu sudah diubah pemerintah. Masyarakat diizinkan menggarap hutan tersebut menjadi lahan pertanian holtikultura. Saya kira ini salah satu solusi alternatif yang paling tepat untuk mencegah warga setempat berladang ganja di hutan itu,” ungkap Horas.
Rehabilitiasi
Untuk mencegah kian banyaknya korban penyalahgunaan narkotika juga dapat dilakukan melalui proses rehabilitasi. Hal ini juga tertuang dalan Peraturan Kepolisian (Perpol) No. 8 Tahun 2021.
Dalam Perpol itu disebutkan, pengguna narkoba di setiap kabupaten/kota dengan kategori 1 gram ke bawah untuk jenis shabu, 5 gram ke bawah untuk ganja, dan 8 butir ke bawah untuk ekstasi wajib menjalani proses rehabilitasi.
Sayangnya, proses rehabilitasi untuk pengguna narkoba di Madina sulit dijalankan, karena tidak ada alokasi anggaran untuk program tersebut. “Inilah kendala kita di Kabupaten Madina, tidak ada alokasi anggaran untuk rehabilitasi,” kata Kasat Narkoba Polres Madina AKP Mansong Nainggolan.
Berdasarkan regulasi dalam Perpol No. 8 Tahun 2021, tiga hari setelah pemakai narkoba ditangkap harus menjalani proses asesmen. Setelah itu pemakai narkoba akan dilimpahkan ke lembaga rehabilitasi milik swasta.
“Saat menjalani rehabilitsi di lembaga swasta ini, pemakai atau keluarganya harus membayar Rp 3,5 juta per bulan. Setelah vonis dari pengadilan yang minimal lamanya tiga bulan, pelaku kemudian dilimpahkan ke lembaga rehabilitasi milik pemerintah dan biayanya gratis,” kata Mansong Nainggolan.
Kendala di Kabupaten Madina, kata Nainggolan, mayoritas pemakai narkoba yang tertangkap berasal dari keluarga yang kurang mampu dari segi ekonomi. Sementara di Kabupaten Madina, tidak ada alokasi anggaran dari pemerintah untuk membiaya proses rehabilitasi selama tiga bulan tersebut.
“Persolannya sekarang, apa solusinya untuk membayar biaya Rp 3,5 juta per bulan selama tiga bulan itu?” tanya Nainggolan.
Reporter: Saparuddin Siregar