Natal, StartNews – Beratap langit dan berlantai tanah tidak menyurutkan semangat murid-murid dan guru SD Negeri 378 Kecamatan Natal, Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara (Sumut) untuk mengikuti kegiatan belajar—mengajar (KBM). Sejak gedung SD Negeri 378 terbakar pada 22 Agustus 2022, mereka terpaksa belajar di ruang terbuka.
Kebakaran itu menghanguskan tiga ruang kelas dan sisanya rusak parah. Gedung itu tak layak lagi digunakan untuk proses belajar-mengajar. Bangunan sekolah yang terbuat dari kayu yang dibangun sekitar tahun 1994 itu menyebabkan api mudah menghabisinya.
Setelah kebakaran itu, para siswa kehilangan tempat belajar. Di tengah kondisi itu, dewan guru tetap berusaha membangun optimisme dan semangat anak didiknya untuk tetap belajar.
Tampak dalam dokumentasi, siswa dan guru belajar sementara di bawah pohon kayu, pohon sawit, dan teras rumah guru yang ada di sekitar sekolah. Kondisi ini berlangsung sejak dua pekan setelah kebakaran terjadi.
Prihatin melihat kondisi itu, pemerintah desa dan masyarakat setempat bermusyawarah dan memutuskan untuk menggunakan aula desa sebagai tempat belajar sementara. Aula desa disekat dengan triplek agar bisa dibagi menjadi tiga ruangan.
Kegiatan belajar-mengajar di aula desa itu sudah berlangsung setahun lamanya. Hingga kini, belum tampak tanda-tanda gedung sekolah itu akan dibangun kembali. Para siswa terpaksa belajar di ruangan seadanya. Begitu juga fasilitas di dalamnya. Tampak di beberapa sudut ruangan masih dipenuhi perlengkapan desa. Ruangan itu pun memiliki dua fungsi sekaligus. Sebagai aula dan gudang desa sekaligus sebagai ruangan belajar siswa.
Begitu juga dengan ruang guru yang ditempatkan di teras kantor kepala desa. Dilengkapi meja dan kursi seadanya. Sama halnya ruang yang dijadikan kelas. Ruang guru harus berbagi dengan perangkat desa. Sebab, masing-masing beraktivitas pada waktu yang sama di ruangan yang sempit itu.
Ruang belajar sementara itu tidak nyaman untuk tempat belajar. Meja dan kursi yang terbatas. Ruangannya pun sempit. Durasi sekolah juga dipersingkat, karena siswa harus dibagi menjadi dua shiff. Pukul 08.00 – 10.00 untuk murid kelas 1 sampai 3 dan pukul 10.00 – 12.00 untuk murid kelas 4 sampai 6.
Kondisi itu tidak mendukung terpenuhinya target belajar. Jika kondisi ini terus berlarut-larut, sekolah itu akan menghasilkan alumni yang jauh dari harapan.
Kepala sekolah menceritakan kisah ini dengan penuh haru. Ketika ditanya soal laporan dan usulan pembangunan, dia menjawab sudah dilakukan. Namun, sejauh ini masih belum menghasilkan apa-apa. Hal senada juga disampaikan oleh kepala desa dan ketua komite sekolah ketika dikonfirmasi.
Mereka berharap kondisi itu segera diatasi oleh pemerintah daerah agar proses belajar-mengajar siswa bisa kembali normal sebagaimana mestinya. PT RMM yang juga berbatasan langsung dengan Desa Sikarakara IV semestinya turut andil membantu percepatan perbaikan dan pembangunan sekolah itu. Sebab, perusahaan itu juga harus memiliki tanggungjawab sosial.
Pendidikan adalah salah satu amanat pokok konstitusi yang semestinya menjadi prioritas dalam pembangunan.
Reporter: Rls