KAMIS (30/9/2021) pekan lalu, DPRD Mandailing Natal (Madina) mengesahkan Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) tahun 2021 sebesar Rp 1,689 triliun dalam rapat paripurna. Rapat yang dipimpin Ketua DPRD Madina Erwin Efendi Lubis ini dihadiri Bupati Madina HM Ja’far Sukhairi Nasution dan Wakil Bupati Atika Azmi Utammi Nasution, para anggota DPRD, unsur Forkopimda, dan para pimpinan OPD Pemkab Madina.
Dalam struktur pendapatan belanja dan pembiayaan daerah yang dibeberkan dalam perubahan APBD 2021 itu, ada satu hal yang menarik perhatian. Soal target pendapatan asli daerah (PAD). Di APBD-P tahun 2021 itu disebutkan, target PAD kabupaten ini ditetapkan sebesar Rp 150,3 miliar. Itu artinya, ada peningkatan target sebesar Rp 50 miliar atau meningkat 50 persen dari target tahun lalu.
Penambahan PAD sebesar Rp 50 miliar itu akan digali dari sektor penerimaan pajak daerah seperti BPHT, pajak restoran, pajak air tanah, retribusi jasa umum, pemindahan hak, serta adanya penyesuaian target penerimaan deviden Pemda atas penyertaan modal pada Bank Sumut.
Bicara soal APBD, itu berarti kita bicara soal tiga komponen utamanya, yaitu pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah. Pendapatan daerah itu sendiri terdiri dari pos pendapatan asli daerah (PAD), pos dana perimbangan, dan pos lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Nah, di dalam pos PAD itu, ada komponen pajak daerah dan retribusi daerah. Dua komponen inilah yang menjadi sumber pendapatan utama pemerintah daerah yang diperoleh dari para wajib pajak.
Lantas, apa sih alasan Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal menaikkan target PAD tahun ini yang mencapai 50 persen? Mungkin alasannya cukup sederhana. Karena peningkatan PAD menjadi salah satu modal untuk mencapai tujuan pembangunan daerah. PAD-lah yang menentukan kapasitas daerah dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, baik di bidang pelayanan publik maupun pembangunan.
Dalam beberapa teori disebutkan, semakin tinggi dan besar rasio PAD terhadap total pendapatan daerah memperlihatkan kemandirian pemerintah daerah itu untuk membiayai segala kewajibannya terhadap pembangunan daerah.
Langkah Pemkab Madina mendongkrak PAD dari sektor pajak dan retribusi itu sudah tepat dan sejalan dengan amanah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-undang ini memberi kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah. Tujuannya, tentunya untuk memacu pemerintah daerah menggali potensi sumber-sumber keuangan asli daerah untuk pembangunan daerah.
Meski begitu, kita menyadari, tujuan mulia memungut pajak dan retribusi daerah untuk pembangunan itu tidak akan berjalan lancar jika tidak dibarengi dengan strategi yang tepat sasaran.
Itu sebabnya, untuk mengoptimalkan peningkatan PAD dari sektor pajak ini, kita mendorong pemerintah daerah untuk mendata ulang jumlah wajib pajak yang ada di kabupaten ini. Pemerintah juga harus membenahi manajemen pengelolaan pajak daerah, memperluas tax-base (basis penerimaan pajak) pajak daerah.
Dan, yang tak kalah penting sesuai era digitilasisasi saat ini, membangun sistem komputerisasi penerimaan daerah yang transparan dan akuntabel. Sehingga, rakyat, terutama para wajib pajak, dapat mengetahui jumlah pajak yang berhasil dipungut dan apa saja peruntukannya.
Kita yakin, berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk mendongkrak PAD itu, tak lain semata-mata untuk pembangunan infrastruktur, kelanjutan pembangunan prioritas, dan pemulihan ekonomi sebagai dampak pandemi Covid-19 saat ini. Semua itu, tentunya bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Madina yang merata. Bukan kesejahteraan yang merata untuk sekelompok orang saja.
Untuk itu, kita sepakat agar Bupati dan Wakil Bupati memacu semua organisasi perangkat daerah segera mengeksekusi penyerapan anggaran sebagai stimulus pemulihan ekonomi. Tentunya, dengan tetap mengedepankan kualitas dan kedisiplinan mengelola keuangan daerah. (*)