Tapsel, StartNews – Masyarakat adat Luat Losung Batu di Kota Padang Sidimpuan meminta PT Agincourt Resources (AR), segera menghentikan kegiatan eksplorasi yang sedang berlangsung di wilayah Desa Sihuik Huik, Kecamatan Angkola Selatan, Kabupaten Tapanuli Selatan.
Pada Selasa, 10 Januari 2023 lalu, masyarakat mendatangi basecamp perusahaan pengelola tambang emas Martabe itu, dan menilai kegiatan eksplorasi yang dilakukan tanpa persetujuan masyarakat adat Luat Losung Batu sebagai pemilik tanah ulayat tersebut.
Aksi yang dipimpin Asalsah Harahap gelar Sutan Raja Asal III, yang mengatasnamakan dirinya sebagai Raja Luat Losung Batu, berjalan damai. Dalam pengawalan personil Polres Kabupaten Tapanuli Selatan yang dipimpin Kasat Samapta Polres Tapsel AKP Harun dan Kasat Intelkam, AKPHasudungan Butarbutar, aksi penolakan berjalan lancar. Pihak PT AR yang diwakili karyawan di basecamp eksplorasi tambang di Desa Sihuik-Huik, menerima warga untuk berdiskusi.
Asalsah Harahap kemudian mengajukan lima tuntutan warga agar dipatuhi PT AR, berupa: (1)Meminta penjelasan PT. AR terkait tanah ulayat masyarakat adat Luat Losong Batu; (2)PT AR diminta tidak melakukan kegiatan sementara sebelum adanya komunikasi penyelesaian mengenai tanah ulayat masyarakat adat Luat Losong Batu; (3)PT AR memberi kepastian tentang ganti rugi lahan atau apapun bentuknya harus melalui masyarakat adat Luat Losong Batu; (4) PT.AR harus memberdayakan masyarakat adat Luat Losung Batu dalam kegiatan pertambangan; (5) PT.AR harus memperjelas mengenai izin pinjam pakai dari kecamatan dengan melakukan mverifikasi lahan jika sudah memberitahukan kepada masyarakat setempat.
Setelah masyarakat adat Losung Batu menyampaikan lima tuntutan, pihak PT AR yang ada di basecamp eksplorasi Desa Sihuik-Huik menyatakan akan menyampaikan tuntutan itu kepada pimpinannya di PT AR. Mendengar penjelasan tersebut, masyarakat adat Luat Losung Batu kemudian meninggalkan lokasi tersebut.
Perpanjang Usia Tambang
Sejak 2019, PT AR semakin agresif melakukan kegiatan eksplorasi lanjutan untuk memperpanjang usia tambang emas hingga tahun 2050. Untuk itu, Wakil Presiden Direktur dan CEO PT AR, Tim Duffy, kepada wartawan yang berkunjung ke lokasi pertambangan emas Martabe di Batangtoru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, pada Rabu, 21 Agustus 2019 lalu, mengatakan PT AR menyiapkan dana 25 juta dolar AS atau sekitar Rp 350 miliar (asumsi kurs Rp14.000 per dolar AS) untuk kegiatan eksplorasi lanjutan guna cadangan emas baru.
Kegiatan eksplorasi lanjutan itu ternyata keluar dari enam area deposit PT AR yang ada di Kecamatan Batangtoru. Perusahaan yang 95% sahamnya dipegang Grup Astra ini, mendirikan basecamp-basecamp untuk membangun anjungan pengeboran (drill rig) di sejumlah area deposit baru, termasuk di wilayah tanah ulayat masyarakat adat Luat Losung Batu di Desa Sihuik Huik, Kecamatan Angkola Selatan.
Memang, di dalam Kontrak Karya Generasi ke VI sesuai Kepres No. B-43/Pres/3/1997 tertanggal 17 Maret 1997, kawasan operasional PT AR mencakup wilayah seluas 163.927 hektare atau 1.639 km per segi meliputi Kabupaten Tapsel, Tapanuli Utara (Taput), Tapanuli Tengah (Tapteng), Mandailing Natal (Madina) dan Kota Padang Sidimpuan.
Namun, agresifitas PT AR membuka area deposit baru ini berhadapan dengan realitas bahwa lahan dalam Kontrak Karya generasi VI itu termasuk hak ulayat masyarakat adat pemilik luat-luat yang ada. Dengan begitu, PT AR tidak bisa serta merta melakukan eksplorasi tambang sebelum menyelesaikan persoalan hak ulayat masyarakat adat yang dipimpin raja-raja luat.
Usaha PT AR memperpanjang usia tambang akan terhambat apabila manajemen tidak menyelesaikan persoalan dengan masyarakat adat. Pengalaman betapa ribetnya berhadapan dengan masyarakat adat sudah dirakan PT AR saat membuka area deposit yang kini menjadi wilayah Lingkar Tambang PT AR. Penentuan enam area deposit tambang PT AR seperti seperti Purnama Pit, Ramba Joring Pit, Barani Pit, Uluala Hulu, Tor Uluala, dan Tor Uluala West sampai sekarang masih menyisahkan persoalan dengan masyarakat adat.
Kesepakatan antara PT AR dengan Raja Luat Marancar tentang pemberian dana pago-pago (dana semacam bagi hasil dari PT AR kepada masyarakat adat Luat Marancar sebagai emilik lahan yang dieksplorasi) sebagai solusi yang ditawarkan saat musyawarah antar masyarakat adat Luat Marancar dengan PT AR dan Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan, sampai sekarang tidak jelas realisasinya. Masyarakat adat Luat Marancar sebagai pemilik tanah ulayat di enam area deposit PT AR, justru ditinggalkan dan tidak diperhatikan dalam kebijakan tentang penetapan Lingkar Tambang PT AR.
Perusahaan tambang yang 5% sahamnya dimiliki PT Artha Nugraha Agung (ANA), sebuah perusahaan patungan milik Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan dengan Pemda Sumatra Utara tapi tidak pernah terdengar transparansi hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dari tahun ke tahun sejak memperoleh hasil pembagian saham dari PT AR pada 2018, ini memiliki enam area deposit emas di wilayah Kecamatan Batangtoru seperti Purnama Pit, Ramba Joring Pit dan Barani Pit, Uluala Hulu, Tor Uluala, dan Tor Uluala West.
Namun, PT AR mengkhawatirkan enam area deposit ini hanya mampu memperpanjang usia tambang emas selama 15 sampai 16 tahun, sementara PT AR memiliki target memperpanjang usia tambang emas sampai 27 tahun hingga tahun 2050. Padahal, dari enam area deposit tambang di Kecamatan Batangtoru, PT AR baru mengeksplorasi tiga area deposit yakni Purnama Pit, Ramba Joring Pit, dan Barani Pit.
Selama mengeksplorasi tiga area deposit ini, PT AR sudah berhasil memproduksi sebanyak 12,17 ton emas. Berdasarkan Booklet Tambang Emas Perak 2020 yang diterbitkan Kementerian ESDM, PT AR menempati posisi ketiga sebagai perusahaan tambang emas terbesar di Indonesia. Perusahaan ini juga memiliki deposit cadangan emas sebanyak 168 juta ton, sedangkan cadangan perak sebanyak 103 juta ton.
Sebanyak tiga area deposit, Uluala Hulu, Tor Uluala, dan Tor Uluala West belum dieksplorasi, namun PT AR sudah merambah wilayah-wilayah lain yang ada dalam kontrak karya generasi ke enam. Pembukaan area deposit dengan mendirikan basecamp-basecamp di sejumlah tanah ulayat masyarakat adat, seharusnya tidak menimbulkan reaksi keras dari masyarakat, ternyata masyarakat adat Luat Losung Batu memprotes karena PT AR mengabaikan keberadaan masyarakat adat.
Penulis: Budi P. Hutasuhut