Makkah, StartNews – Untuk mengisi sisa waktu pasca menunaikan ibadah haji, jamaah Kloter 9 asal Kota Medan berziarah ke sejumlah situs sejarah peradaban Islam di seputaran Kota Suci Mekkah. Kegiatan ziarah diakhiri dengan pelaksanaan umroh sunnah dengan mengambil miqot yang dekat dengan destinasi ziarah.
Rombongan Kloter 9 KNO yang melaksanakan kegiatan ziarah tersebut dipandu pembimbing ibadah Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umroh (KBIHU) Adliyah Medan Ustadz H. Ikhwansyah Nasution.
“Hari ini jamaah dari KBIHU Adliyah dan Pemko Medan bersepakat untuk melakukan ziarah di dua lokasi dengan menggunakan tiga bus wisata menuju Museum Abu Bakar Al Maoudi dan tempat perjanjian Hudaibiyah, dimana jamaah haji sekaligus mengambil Miqot di sanakata Ketua Kloter 9 KNO M. Lukman Hakim Hasibuan, Kamis (12/6/2025).
Lukman menjelaskan, Museum Abu Bakar Al Maoudi lokasinya di daerah El Shimeisi, pinggiran Kota Suci Mekkah. Untuk mencapainya, perlu sekitar 15 menit berkendara mobil dari Masjidil Haram. Museum berisi berbagai properti peradaban dan perlengkapan hidup sehari-hari masyarakat Arab di zaman dulu. Mulai dari sumur, batu bangunan, perlengkapan memasak serta makan dan minum, toko, rumah, ranjang, sofa, perhiasan dan pakaian. Ada juga peralatan perang tentara Arab seperti baju dan pedang. Suasana Makkah tempo dulu hingga kini disajikan dalam rangkaian foto.
Selanjutnya rombongan jamaah haji Kloter 9 KNO bergerak ke Hudaibiyah untuk mengambil miqat umrah sunnah.
Kepala KUA Medan Amplas itu menyampaikan, Hudaibiyah adalah situs sejarah dalam Islam. Nama Hudaibiyah sebenarnya diambil dari nama telaga, yang juga dikenal dengan sebutan telaga Asy-Syumaisi. Sejarah Islam menyebutkan, Hudaibiyah menjadi pintu masuk kecemerlangan kaum Muslimin dalam menaklukkan Kota Makkah (Fathul Makkah).
Di kota ini, Rasulullah SAW dan kaum Quraisy Makkah membuat perjanjian yang dikenal dengan perjanjian Hudaibiyah. Inti perjanjian tersebut adalah perdamaian untuk saling tidak menyerang. Walaupun perjanjian Hudaibiyah ini satu sisi merugikan umat Islam, tetapi dengan penuh kesabaran ditaati oleh Rasul dan sahabat sehingga tercipta gencatan senjata damai.
Lambat laun Islam berkembang pesat dan pada akhirnya umat Islam mempunyai kebebasan penuh untuk mendakwahkan Islam. Masyarakat Makkah akhirnya menyadari kejayaan Islam yang indah dan ramah dengan sentuhan dakwah dan akhlaq, sehingga membuat penduduk Mekkah bersimpati dan akhirnya banyak yang masuk Islam.
“Kisah tersebut berlangsung pada bulan Dzulqaidah tahun 6 Hijriah saat umat Islam Madinah yang terdiri atas kaum Muhajirin dan Anshar berencana melakukan umrah di Baitullah. Keputusan melakukan umrah ini diawali dari mimpi Rasulullah SAW yang menggambarkan beliau serta sahabat-sahabatnya bisa masuk ke Masjidil Haram dan melakukan umrah dengan aman,” ujarnya.
Ziarah ini membawa kesan tersendiri bagi jamaah Kloter 9 KNO. Chairul (56), warga Medan Labuhan, mengatakan ziarah tersebut mengingatkan perkembangan peradaban Islam bersentuhan dengan peradaban setempat. Satu sisi juga, perjanjian Hudaibiyah mengajarkan bahwa dalam meraih tujuan politik tidak mesti menggunakan dan menghalalkan segala macam cara.
“Politik itu adalah instrument mencapai sesuatu yang pertanggungjawabannya bukan hanya sebatas kepada manusia, tapi juga kepada Tuhan,” ujar Chairul.
Lain halnya dengan Yanti Suryani (48), warga Letda Sujono Medan Tembung. Dia mengatakan perjanjian Hudaibiyah menginspirasi bahwa kesabaran itu menghasilkan kebaikan dalam kehidupan. “Wajar jika Allah SWT dalam Al Quran memberikan pahala sabar dengan pahala yang tiada terputus,” katanya.
Reporter: Rls