Merauke, StartNews – Cabang olahraga (cabor) sepakbola putri yang digelar di Stadion Katapal Merauke, ternyata jauh dari kesan feminin. Para pesepak bola putri ini juga mampu bermain keras serta berani berduel memperebutkan bola.
Tak ayal, hingga Selasa (5/10/2021) kemarin, sudah dua kiper tumbang akibat insiden benturan yang terjadi di atas lapangan hijau. Terakhir, kiper utama Jawa Barat, Nurhalimah, harus ditandu keluar lapangan ketika bertanding menghadapi Papua Barat pada Selasa sore.
Kiper Timnas Putri Indonesia itu bertabrakan dengan rekannya sendiri di menit ke-25, ketika hendak menyapu bola serangan balik cepat Papua Barat.
Ronny Remon ketika ditanya awak media menuturkan, anak asuhnya itu mengalami gegar otak. Namun, untuk kondisi sebenarnya, sang pelatih masih belum mendapat keterangan resmi dari tim medis.
“Saya belum tahu kondisinya gimana. Tadi katanya ada gegar, tapi untungnya dia bisa muntah. Jadi, masih aman (sadarkan diri). Saat ini saya belum dapat informasi terbaru dari rumah sakit,” tuturnya saat jumpa pers pasca pertandingan.
Sementara kiper DKI Jakarta juga mengalami hal yang hampir mirip. Prihatini, kiper putri bernomor punggung 25 itu digantikan Sarah Dzikra Safiyah, di babak kedua.
Prihatini sejatinya merupakan kiper kedua DKI yang diturunkan pelatih Iswadi, karena kondisi Sarah yang tidak fit. Sialnya, Prihatini malah mengalami dislokasi bahu ketika hendak memetik bola di udara.
Kemelut di depan gawang DKI Jakarta menyebabkan munculnya insiden benturan bagi sang kiper saat hendak mengamankan bola di udara.
Prihatini pun langsung dilarikan ke rumah sakit, karena tak bisa menggerakkan bahu sebelah kanan.
Uden Kusuma Wijaya selaku manajer tim putri Jakarta mengatakan, pemainnya itu kemungkinan absen melawan Kalimantan Tengah pada Kamis (7/10/2021) pagi, di pertandingan terakhir Grup A.
“Iya, dia mengalami dislokasi. Untuk besok main atau tidak saya belum bisa memastikan. Namun, kami tidak mau ambil risiko lebih jauh,” jelasnya, Minggu (3/10/2021).
Selain korban penjaga gawang yang berjatuhan, para pemain yang cedera juga terbilang cukup banyak. Mayoritas pemain putri ini memang agak kaget dengan intensitas pertandingan di babak penyisihan grup.
Hal itu menjadi wajar karena pembinaan sepak bola putri di Tanah Air memang selalu dianaktirikan. Tak adanya kompetisi yang terstruktur alias berjenjang dan juga reguler membuat prestasi sepak bola wanita Indonesia hampir selalu tertinggal, bahkan dari negara tetangga.
Sumber: RRI