Tapsel, StartNews – Pilkada Tapanuli Selatan (Tapsel) yang diikuti dua pasangan calon, Gus Irawan Pasaribu- Jafar Syahbuddin Ritonga (01) dan Dolly Putra Parlindungan Pasaribu-Parulian Nasution (02), semakin hangat usai rekaman suara Plt. Bupati Rasyid Assaf Dongoran yang pro ke salah satu Paslon beredar luas.
Plt. Bupati Tapsel Rasyid Assaf Dongoran melalui siaran pers yang diterima wartawan dari Bagian Protokol Komunikasi Pimpinan (Prokopim) Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab), menyebut isi rekaman itu sebagai kombur malotup (karangan belaka untuk bahan tertawaan).
“Saya duga cerita itu direkam oleh saudara Bangun Siregar, ketika bersama teman-temannya bertamu ke pondok kebun. Saya tak sangka akan seperti ini. Dimodifikasi sedemikian rupa dan disebarluaskan lewat media sosial, hingga dijadikan ‘alat’ unjuk rasa,” kata Rasyid dalam pernyataan persnya yang diterima, Minggu (17/11/2024).
Dijelaskan, rekaman suara yang dimodifikasi dengan narasi dan foto hingga menjadi sebuah video itu, bukanlah fakta sebenarnya. Kejadian dan alur cerita yang seolah mengarahkan ke salah satu Paslon itu, juga bukan saat rapat pejabat Tapsel.
Tetapi hanya cerita karangan semata agar Bangun Siregar dan teman-temannya yang bertamu ke pondok kebun milik Rasyid itu bisa tertawa. “Namanya juga kombur malotup. Mirip stand up komedi, bertujuan agar pendengarnya tertawa,” sebut Rasyid.
Untuk diketahui, saat ini beredar rekaman video modifikasi suara Plt. Bupati Tapsel dengan narasi dan foto di berbagai media sosial seperti Facebook, WhatsApp Group (WAG), Tiktok, bahkan media massa. Hal ini menjadi polemik di tengah proses Pilkada Tapsel.
Plt.Bupati Tapsel mengatakan, pada faktanya isi rekaman yang beredar itu tidak benar adanya. Rasyid menyayangkan ada pihak-pihak yang membuat gerakan sistematis melalui media sosial dan pemberitaan online, hingga melakukan demonstrasi.
Diduga, tujuan memperdengarkan rekaman suara di ruang publik itu untuk kepentingan politik oknum atau kelompok tertentu. Banyak pihak yang beropini seolah Plt. Bupati Tapsel menyampaikan itu pada rapat resmi dengan para kepala sekolah dan pejabat Pemkab Tapsel.
“Hasil penelusuran kami, memang telah beredar video yang diedarkan di berbagai media sosial. Dibuat dengan hasil rekayasa sekelompok oknum menggunakan kombinasi suara, gambar dan narasi menjadi file vidio rekayasa,” terang Rasyid.
Peredaran video ini, dilakukan beberapa pemilik akun media sosial seperti di Tiktok, Facebook, Instagram, hingga WAG oleh beberapa nomor hand phone. Rasyid tegaskan, rekaman itu bukan rekaman saat rapat dengan para kepala sekolah atau dengan pejabat Pemkab Tapsel.
Faktanya, isi rekaman suara tersebut merupakan perbincangan guyonan atau dalam istilah lokal ‘kombur malotup’. Guyonan ini, kadang bernada serius dan sesekali bercanda sembari tertawa. Rasyid menyebut, rekaman yang beredar itu adalah guyonannya dengan beberapa orang yang terjadi di luar jam kerja atau di hari Minggu, sekitar 3 November 2024.
Lokasinya di sebuah pondok sederhana di kebun. Menurutnya, saat itu ada sekitar 5 orang yang terlibat guyonan tersebut. “Bincang lopo-lopo atau kombur malotup saja, bukan pertemuan formal. Guyonan non formal itu berisi candaaan dan permainan kata,” sebut Rasyid.
Seringkali, penutur guyonan kombur malotup mengarang cerita dengan nada serius sembari bermain kata dengan bercanda dan tertawa-tawa seraya menyeruput kopi, teh, dan minuman ringan lainnya.
Bahkan tak jarang, kombur malotup ini berisikan informasi yang belum tentu benar antara ucapan dan fakta yang dilakukan. Perbincangan non formal di hari libur atau di luar jam kerja itu bukan berada di ruang publik. Tetapi di tempat privat atau non publik.
Dari rekaman suara itu, menurut Rasyid, sifatnya bercanda dan berandai-andai jika dirinya mau membela Paslon Bupati-Wakil Bupati Tapsel nomor urut satu (No.01) dan melakukan hal-hal tertentu.
Juga jika dirinya mau membela Paslon Bupati-Wakil Bupati No.02, maka ia akan meminta uang Rp5 miliar untuk membangun pesantren. Dimana teknis meminta uangnya ditransfer dengan suatu cara tertentu.
Dari isi perbincangan ‘ngelantur’ dan bercampur antara membela Paslon Bupati-Wakil Bupati No.01 dan No.02 itu, seharusnya sudah bisa dipastikan bahwa Rasyid tidak memihak Paslon manapun.
“Pada rekaman itu disebutkan bahwa mantan Bupati Tapsel Syahrul Pasaribu dan Paslon No.02 takut jika saya mundur. Padahal ini jelas-jelas tidak ada kaitan antara ketakutan antar Paslon dengan posisi saya sebagai Plt Bupati Tapsel,” terang Rasyid.
Ia pastikan perbincangan itu hanyalah lelucon atau karang-mengarang di antara mereka yang terlibat kombur malotup tersebut. “Tujuan saya saat itu, agar saudara Bangun Siregar senang dan tertawa, dia kan TS (Tim Sukses) Paslon 02,” tambah Rasyid.
Untuk diketahui, dalam pemberitaan salah satu media, Bangun Siregar mengakui bahwa dia yang merekam perbincangan itu. Kemudian dijadikan bahan laporan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) olehnya dan oleh tim Paslon Gubernur Sumatera Utara.
“Rekaman itu sudah beredar luas dalam bentuk video yang dimodifikasi. Saya tahu betul beliau (Bangun Siregar) seorang Pengacara dan TS Paslon 02. Saya juga yakin beliau mengetahui bahwa merekam dan memperdengarkan perbincangan di ruang privat atau non publik seperti ini merupakan suatu perbuatan melawan hukum,” ungkap Rasyid.
Rasyid menyayangkan suara pada rekaman itu dipakai dan diperdengarkan kepada publik luas melalui Medsos. Bahkan dijadikan ‘alat ‘ unjuk rasa dengan sengaja diputar agar publik menilai seolah-olah mengarahkan pilihan Paslon di rapat Kepala Sekolah dan rapat pejabat Tapsel.
Rasyid menerangkan, merekam orang lain secara diam-diam dan memperdengarkannya ke publik luas adalah tindakan yang melanggar privasi seseorang dan bisa dikenai sanksi pidana.
Hal itu diatur dalam UUD 1945 Pasal 28G. Di sana tertulis bahwa, setiap orang berhak atas perlindungan data pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya. Warga juga berhak merasa aman dan dilindungi dari berbagai ancaman.
Juga tertuang pada UU No.19 tahun 2016 terkait informasi dan transaksi elektronik (ITE) pada Pasal 27 ayat (3) dan UU No.1 tahun 2024 tentang perubahan kedua atas UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE yang berbunyi : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik memuat penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Pada Pasal 45 ayat (1) UU No.11 tahun 2008 tentang ITE juga disebutkan: “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah”.
“Di zaman teknologi canggih seperti saat ini, masyarakat diminta waspada terhadap niat dan perbuatan jahat seseorang ataupun sekelompok orang. Apalagi terkait perbuatan melawan hukum atau kejahatan untuk kepentingan ekonomi, politik, dan lain sebagainya,” pesan Rasyid.
Ia juga membeberkan sejumlah modus pelanggaran pidana terkait hal itu, seperti mengambil sampel suara via telepon dan kemudian diubah ke bahasa asing. Yang mana, seolah-olah bisa bahasa asing atau bahasa lain yang diedit memakai teknologi Artificial Intelligence (AI).
Bisa juga seperti menggabungkan gambar tertentu dan dengan teknologi AI. Ditransformasikan sehingga tercipta video yang memperlihatkan seolah-olah dua foto yang pasif, terlihat saling berpelukan, berciuman dan lain-lain.
“Begitu banyak rekayasa teknologi yang dapat dilakukan sehingga masyarakat dalam ambang bahaya. Maka diimbau kepada masyarakat Tapanuli Selatan untuk berhati-hati akan risiko seperti itu,” tandas Rasyid.
Plt.Bupati Tapsel mengimbau kepada seluruh masyarakat agar selalu berhati-hati dan tetaplah cerdas untuk memilah mana informasi yang benar dan mana yang dapat menimbulkan kegaduhan.
Reporter: Lily Lubis