Panyabungan, StartNews – Wakil Bupati Mandailing Natal (Madina) Atika Azmi Utammi Nasution berdialog dengan puluhan mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa Bersatu Madina (AMBM) yang berunjuk rasa di Kantor Bupati Madina, Desa Parbangunan, Kecamatan Panyabungan, Kamis (20/10/2022).
Dalam unjuk rasa itu, AMBM meminta ketegasan Pemkab Madina terkait insiden berulang di PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP). Mereka juga meminta ketegasan aparat penegak hukum untuk menetapkan tersangka dalam setiap insiden.
Koordinator aksi AMBM, Rahmad Hidayat Batubara, berharap Pemkab Madina menindaklanjuti delapan poin tuntutan mereka.
Aksi yang awalnya berlangsung di lapangan parkir Kantor Bupati Madina berubah menjadi forum diskusi di Aula Setdakab Madina atas permintaan Wakil Bupati Madina Atika Azmi Utammi.
Dalam dialog itu, Atika menanggapi tuduhan mahasiswa yang mengatakan Pemkab Madina tidak menerima dengan baik. Padahal, menurut Atika, langkah mengundang massa aksi ke aula bermakna penerimaan yang baik terhadap aspirasi yang ingin disampaikan pengunjuk rasa.
Atika meminta mahasiswa untuk tidak mendiskreditkan bupati maupun wakil bupati.
“Kalau memang kami tugas luar, jangan dibilang brondok, toh ada SPT-nya tugas luar. Tidak mungkin kami meninggalkan pekerjaan kalau memang masih ada agenda di sini. Tolong hargai, kita sama-sama punya perasaan. Aksi hari ini pun, Pak Bupati menitip pesan kepada saya, terimalah dengan baik. Makanya saya hadir di sini,” jelasnya.
Atika menilai beberapa tuntutan yang disampaikan mahasiswa dalam pernyataan sikapnya sudah dilakukan Pemkab Madina sejak April 2022.
“Kalau diminta menutup SMGP secara administrasi sudah kami lakukan mulai April kemarin. Sebelum agenda hari ini sudah duluan kita minta. Perlu kita pahami kewenangan masing-masing dari pemerintahan yang ada di negara ini, yakni pemerintah pusat, provinsi, dan pemerintah daerah. Tiga stakeholder ini punya kewenangan masing-masing,”paparnya.
“Kewenangan penutupan itu ada di pemerintah pusat. Selaku pemerintah daerah telah merekomendasikan penutupan. Tugas kami sebenarnya yang dituntut itu sudah dikerjakan. Mahasiswa juga perlu melihat bahwasanya pemerintah daerah tidak pro perusahaan, jadi itu terjawab, ya,” ungkapnya.
Mengenai tim investigasi yang selama ini menjadi perbincangan di media sosial, bahkan sudah menjadi bahan perundungan terhadap wakil bupati Madina, Atika menegaskan tim investigasi tidak memiliki SK, karena itu hanya penunjukan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi.
“SK saya menjadi ketua tim investigasi tidak ada, kenapa dituntut? Saya hanya ditugaskan oleh gubernur menjadi ketua tim investigasi untuk kejadian blow out T-12 dan kami laporkan hasilnya kepada Pak Gubernur. Kalau yang ada SK-nya adalah tim evaluasi,” tuturnya.
Soal penegakan hukum atas insiden yang terjadi, Atika menyebut hal itu sudah menjadi wewenang kepolisian.
Menanggapi hal ini, Kabag Ops Polres Madina Kompol M. Rusli mengatakan kepolisian tidak tinggal diam dalam melakukan penegakan hukum. Namun, kqta dia, semua itu harus berproses sesuai peraturan.
“Tim dari Krimisus Polda Sumut sudah turun, bahkan sudah dua pekan di Madina. Mereka sudah melakukan pemeriksaan, penyelidikan, dan sebagainya. Untuk penetapan tersangka, ada prosesnya dan ada SOP yang harus dipenuhi mereka,” tegasnya.
Rusli meminta mahasiswa bersabar menunggu apakah ada pidana atau delik hukum lainnya pada setiap insiden yang terjadi di PT SMGP.
“Bapak Kapolda menurunkan tim ke Madina, baik Labfornya. Mereka kembali, disuruh datang lagi. Tim dari Krimisus itu dua kali datang. Dalam hal ini, Polri tidak main-main. Bukan begitu asal makan cabai langsung pedas. Bukan begitu adek-adek. Ada proses hukumnya, ada SOP yang harus dilaksanakan. Dalam pasal 184 KUHP terlihat jelas,” tuturnya.
Dialog tersebut juga dihadiri Plh. Sekda Alamulhaq Daulay, Asisten I Sahnan Pasaribu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Khairul, serta dua tokoh masyarakat Madina: Irwan Daulay dan Irwansyah Nasution.
Reporter: Rls