Medan, StartNews – Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengadakan Rapat Koordinasi (Rakor) Pencegahan Korupsi di Aula Tengku Rizal Nurdin, Rumah Dinas Gubernur, Jalan Jenderal Sudirman Nomor 41, Medan, Selasa (5/4/2022).
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut bersama KPK berkomitmen mengawasai penggunaan anggaran serta potensi suap dan gratifikasi yang berkolerasi terhadap kualitas layanan publik.
Alokasi anggaran bidang kesehatan cukup besar, khususnya pada masa pandemi Covid-19 selama dua tahun terakhir. Secara nasional, tahun ini pemerintah mengalokasikan Rp 256 triliun atau 9,4 persen dari total belanja negara (APBN) Rp 2.714 triliun, meskipun lebih kecil dibanding tahun lalu Rp 326,4 triliun.
Itu sebabnya, rakor tersebut bertujuan mengantisipasi terjadinya korupsi dan penyimpangan dalam penggunaan anggaran yang besar serta optimalisasi layanan kesehatan di Provinsi Sumut.
Hadir di antaranya Kepala Satgas Koordinasi dan Supervisi Pencegahan KPK Wilayah I Sumut Maruli Tua, Kepala Perwakilan Ombudsman Sumut Abyadi Siregar, Pj. Sekdaprov Sumut Afifi Lubis, Kadis Kesehatan Sumut Ismail Lubis, serta para kepala UPT Dinkes se-Sumut.
“Sebenarnya dari hari ke hari kita sudah mulai membaik. Jadi, inilah komitmen yang juga difasilitasi oleh KPK agar kita tidak menyalahgunakan anggaran. Itu dulu yang pertama, karena anggaran cukup besar untuk kesehatan, porsinya besar dari APBD,” ujar Gubernur Edy Rahmayadi, usai rapat.
Bidang kesehatan yang menjadi fokus pembangunan pada visi-misi gubernur akan dioptimalkan kembali melalui berbagai upaya, dimulai dari perencanaan, manajemen hingga pelaksanaan di lapangan. Sehingga, koordinasi dengan pusat dan kabupaten/kota terus dilakukan, bahkan hingga tingkat Puskesmas, untuk meyakinkan manfaat keberadaan fasilitas layanan tersebtut.
“Pelayanan ini harus menjawab kebutuhan rakyat dengan pemerataan pelayanan. Dengan begitu, anggaran yang ada akan digunakan proporsional sesuai peruntukannya. Makanya, dalam rapat ini, disinggung pentingnya pemahaman tentang manajemen,” jelas Edy Rahmayadi.
Namun, menurut dia, pengawasan untuk penggunaan anggaran seperti pengadaan barang dan jasa sudah mudah. Mengingat saat ini sudah ada program e-Katalog. Dengan begitu, semakin tahun catatan masalah terus menurun.
“Kita berharap masalah (korupsi bidang kesehatan) ini bisa berkurang total. Karena kalau dia korupsi, dia itu tidak takut sama Tuhan. Jadi jangan lakukan,” tegas Edy.
Sementara Kepala Satgas Koordinasi dan Supervisi Pencegahan KPK Wilayah I Sumut Maruli Tua menyebutkan bahwa pihaknya telah menandatangani komitmen untuk meminimalisasi potensi dan risiko korupsi di bidang kesehatan bersama Pemprov Sumut. Sebab, kata dia, sebesar apapun anggaran di sektor ini jika potensi korupsinya besar, maka akan mengurangi kualitas layanan.
“Di antaranya memang kami dorong mulai dari tahap perencanaan penganggaran supaya proses pengadaan barang dan jasa (PBJ) alat kesehatan dan obat-obatan itu semakin dipahami risiko korupsinya dan bisa diminimalisir, bahkan bisa di-nol-kan,” ujar Maruli.
Dia juga menyoroti risiko gratifikasi, terutama pada petugas kesehatan seperti dokter yang melayani di rumah sakit (RS). Mengingat masih banyak yang belum menyadarinya, termasuk suap dari proses PBJ. Sehingga, dari tingkat provinsi, kabupaten/kota sampai Puskesmas diharapkan meningkat kesadarannya tentang korelasi antara potensi korupsi dan kualitas pelayanan.
“Pada akhirnya kita saksikan, ada komitmen yang dibuat dan itu akan kami monitor, terutama dengan Ombudsman dan Inspektorat. Yaitu pemenuhan standar pelayanan minimal. Kalau semakin baik, harusya berkolerasi terhadap risiko atau juga potensi korupsi yang semakin rendah,” jelasnya.
Reporter: Rls