Gianyar, StartNews Bupati Gianyar I Made Mahayastra akhirnya memerintahkan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Gianyar I Made Watha untuk menertibkan aktivitas pengerukan tanah di Jalan Selukat, Desa Keramas, Kecamatan Blahbatu, Kabupaten Gianyar, Bali.
Penertiban aktivitas pengerukan tanah itu dilakukan menyusul adanya keluhan masyarakat setempat. Sebab, pengerukan tanah itu merusak lingkungan dan menyebabkan Tukad (sungai) Pakerisan menjadi keruh.
Saya perintahkan untuk ditertibkan (pengerukan tanah), kata Made Mahayastra kepada Suarabali.co.id melalui aplikasi pesan WhatsApp, Rabu (12/4/2023).
Made Mahayastra juga mengaku telah menerima laporan dari Kasatpol PP Gianyar I Made Watha terkait aktivitas pengerukan tanah tersebut. Menurut dia, pengusaha dan pemilik tanah yang dikeruk sudah dipanggil ke Kantor Satpol PP untuk dimintai penjelasan terkait aktivitas pengerukan tanah yang tergolong tambang galian C itu.
Menurut laporan yang diterima, Made Mahayastra mengatakan aktivitas pengerukan atau pemerataan tanah itu belum mengantongi izin. Para pemilik tanah dan pengusaha yang melakukan pengerukan sudah membuat surat pernyataan untuk menghentikan aktivitas pengerukan tanah.
Untuk sementara aktivitas di lokasi tersebut kita hentikan sebelum yang bersangkutan bisa menunjukkan ijin-ijin yang diperlukan sesuai ketentuan yang berlaku, katanya.
Terkait sanksi yang akan dijatuhkan kepada pelaku pengerukan tanah yang merusak lingkungan itu, Made Mahayastra mengatakan pihaknya akan menurunkan tim teknis untuk menangani masalah tersebut sesuai peraturan perundang-undangan dan perda yang dimiliki Gianyar.
Sebelumnya diberitakan, aktivitas pengerukan tanah tersebut membuat Tukad Pakerisan di Desa Kramas, Kecamatan Blahbatu, jadi keruh. Tukad sepanjang kurang lebih 3 kilometer ini bersumber dari 11 mata air, yakni Tebe Lesung, Mumbul, Pakerisan, Ancak, Suryanadi, Sumadi, Nagakunci, Abasan, Magelung, Selukat, Sudemale, hingga bermuara di Pantai Keramas.

Bedasarkan pantauan, air sungai ini jadi keruh diduga akibat pengerukan tanah di senpanjang daerah aliran sungai (DAS) Pakerisan. Aktivitas pengerukan tanah ini sudah berlangsung hampir dua tahun terakhir. Aktivitas pengerukan tanah ini terlihat mulai dari mata air Nagakunci sampai mata air Sumadi.
Menurut Ketut Purnama, warga Desa Keramas, ada oknum pengusaha beko yang berbisnis dengan membeli tanah warga di DAS Pakerisan untuk dikeruk. Tanah hasil kerukan itu kemudian dijual untuk menimbun tanah di tempat lain.
Meskipun tanah yang dikeruk milik pribadi warga, tetapi aktivitas pengerukan tersebut merusak lingkungan. Tukad Pakerisan yang membelah Desa Keramas sebagai sumber irigasi jadi keruh airnya.
Tukad yang berfungsi sebagai irigasi dan keseimbangan alam jadi rusak, katanya.
Sebelum ada aktivitas pengerukan itu, Tukad Pakerisan airnya bening. Beragam binatang yang hidup di air tawar itu seperti ikan dan udang masih terlihat jelas dari atas permukaan air.
Namun, akibat pengerukan itu, air sungai jadi keruh. Dasar sungai yang sebelumnya berpasir dan bebatuan, kini menjadi endapan lumpur. Sehingga, tak terlihat lagi adanya ikan dan udang dari atas permukaan air.
Bahkan, lahan yang selama ini rimbun ditumbuhi pepohonan dan bermanfaat untuk menyerap air hujan, kini sudah tidak berfungsi lagi. Akibatnya, hujan deras sebentar saja sudah dapat menyebabkan banjir.
Menurut Ketut, banyak warga yang keberatan terhadap aktivitas pengerukan tanah itu. Namun sayang, belum ada warga yang secara resmi melaporkannya kepada pihak berwajib.
Warga enggan melapor, karena kondisi sulit selama ini membuat warga sibuk mengurus kebutuhan hidup sehari-hari, ujarnya.
Reporter: Sir
Discussion about this post