
BEBERAPA hari lagi kita akan memperingati Hari Pahlawan Nasional, tepatnya tanggal 10 November. Ayo kita dukung bersama pahlawan inspirasi kita, pahlawan pendidikan yang terlupakan, Willem Iskander, menjadi Pahlawan Nasional.
Pendiri sekolah pribumi pertama di Indonesia (Kweekscool Tanobato 1862-1873) ini lahir di Pidoli Lombang, Kecamatan Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal (Madina) pada ahun 1840 dan meninggal dunia di Amsterdam, Belanda, pada tahun 1876.
Rintisan dan loncatan gagasan kebangsaan Willem Iskander tidak bisa lepas dari para mentor yang memberikan fasilitas, seperti Godon, Dirk Hekker, Milles. Mereka adalah guru-guru di Belanda yang sangat menaruh perhatian pada pendidikan keguruan. Tak ketinggalan pula Eduard Douwes Dekker, sesama pegawai Belanda yang kemudian terkenal dengan nama samaran Multatuli lewat karya monumentalnya, Max Havelaar, yang ditulisnya tahun 1859.
Selain sebagai perintis sekolah guru desa, dalam arti pendidikan tidak hanya dalam kelas, tidak hanya bagi para murid, tetapi juga masyarakat dengan bahasa Mandailing sebagai pengantar, Willem Iskander juga dikenal sebagai pengarang. Prosa dan puisinya yang terkumpul dalam Si Bulus Bulus, Si Rumbuk Rumbuk (tulus, mufakat, rukun) adalah karangan satiris yang menyuarakan semangat kemerdekaan. Prosa dan puisi ini pernah dilarang beberapa tahun oleh pemerintah Belanda, karena dinilai menyulut semangat kemerdekaan.
Di kalangan masyarakat Mandailing, ketokohan Willem Iskander selama bertahun-tahun kurang memperoleh tempat. Muncul narasi-narasi bias, yang kemudian dibantah oleh Basyral Harahap. Sebaliknya lewat penelitian mendalam, Basyral menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi pada Willem Iskander.
Sebagai generasi muda Mandailing mengajak semua masyarakat Mandailing dimanapun berada untuk mendukung penuh Willem Iskander menjadi Pahlawan Nasional. (*)