Tapsel, StartNews – Krisis air irigasi melanda sebagian lahan pertanian di Kecamatan Angkola Muaratais, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel). Akibatnya, ratusan petani terancam gagal turun tanam musim ini. Kondisi ini dikhawatirkan berdampak pada target swasembada pangan daerah yang dikenal sebagai salah satu lumbung padi di Sumatera Utara (Sumut) ini.
“Kami pastikan gagal turun tanam jika air tidak tersedia,” ujar Amhar Harianja (50), petani di Desa Tatengger, seperti dikutip dari laman antaranews.com, Kamis (10/4/2025).
Menurut dia, petani seharusnya sudah mulai mengolah sawah pasca panen pada Februari-Maret 2025 dan setelah Lebaran. Namun, minimnya pasokan air membuat aktivitas pertanian tidak bisa dilakukan secara optimal.
“Memang ada sebagian kecil yang sudah turun tanam, tapi itu hanya petani di pinggiran desa yang memanfaatkan aliran air gunung. Itu pun sangat terbatas,” katanya.
Amhar mengungkapkan stok pupuk untuk musim tanam pertama dan kedua sudah mencukupi. Namun, ketersediaan pupuk menjadi siasia jika tidak diimbangi dengan pasokan air. “Kalau air tidak ada, pupuk pun tak berarti. Ini bisa berdampak serius pada ketahanan pangan kita,” kata ayah tiga anak itu.
Dia mengatakan kondisi ini memprihatinkan di tengah upaya serius Kementerian Pertanian di bawah kepemimpinan Menteri Amran Sulaiman yang tengah fokus memperkuat ketahanan pangan nasional.
Menanggapi keluhan petani, Erwin, koordinator Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Muara Tais, membenarkan sebagian besar petani di wilayah kerjanya belum bisa turun ke sawah.
“Seharusnya usai Lebaran, petani sudah mulai mengolah lahan. Namun, jaringan irigasi belum normal, sehingga pasokan air sangat terbatas,” kata Erwin.
Dia menjelaskan, berdasarkan penelusuran terbaru, sedimentasi menjadi penyebab utama tersendatnya aliran air pada jaringan sekunder Daerah Irigasi (DI) Paya Sordang.
“Di Angkola Muaratais saja, ada lebih 500 hektare sawah yang bergantung pada suplai air dari Pintu Kiri DI Paya Sordang. Jika ditambah wilayah lain seperti sebagian Batang Angkola, totalnya bisa mencapai seribuan hektare,” jelasnya.
Amhar Harianja berharap pemerintah segera turun tangan untuk mempercepat normalisasi jaringan irigasi agar krisis air ini tidak berdampak lebih luas terhadap produksi pangan dan kesejahteraan petani di Tapsel.
Reporter: Ant