Medan, StartNews Kementerian Pertanian melalui Karantina Pertanian Belawan melaporkan pada tahun 2021 telah menahan 29 kali pemasukan komoditas impor yang mengandung berbagai penyakit tumbuhan yang dapat mengancam pertanian di Tanah Air dari lima negara, yakni Amerika Serikat, Cina, India, Ukraina, dan Sudan.
Salah satunya adalah gandum asal Amerika Serikat yang dikirim melalui Pelabuhan Laut Belawan dan setelah melalui pengawasan dan pemeriksaan karantina mengandung penyakit Tilletia Laevis. Penyakit ini belum ada di Indonesia, sehingga digolongkan sebagai penyakit tumbuhan golongan A1.
“Ini menjadi fokus kerja kami di jajaran Karantina Pertanian untuk menghadang masuknya hama penyakit hewan, tumbuhan, dan produknya yang berbahaya,” kata Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) Bambang saat melakukan monitoring tindakan karantina pertanian di Tempat Pemeriksaan Fisik Terpadu, TPFT, PT GS di Belawan, Rabu (23/2/2022).
Menurut Bambang, tindakan karantina pertanian didasarkan pada keilmiahan atau scientific based yang didukung oleh laboratorium, sarana prasarana serta SDM perkarantinaan yang mumpuni.
“Kami pun telah melayangkan surat komplain atas ketidaksesuaian pernyataan karantina negara asal atau notification of non complaiance (NNC), sesuai dengan ketentuan perdagangan internasional,” kata Bambang.
Sebagai informasi, penyakit berbahaya pada gandum yang disebabkan oleh jenis cendawan ini dapat menurunkan produktivitas tanaman, baik secara kualitas dan kuantitas. Sehingga, menjadi perhatian khusus persyaratan teknis pada perdagangan internasional. Bahkan, tercatat dalam sejarah perang antara Irak dan Iran pada tahun 1980-an, cendawan ini digunakan sebagai senjata biologi untuk menghancurkan pertanian negara lawan.
Kinerja Pengawasan Ekspor Pertanian
Saat kunjungan, Direktur PT GS Yudha Negara dan Kepala Karantina Pertanian Belawan Andi Yusmanto turut mendampingi. Dilaporkan sepanjang tahun 2021, kinerja sertifikasi ekspor di wilayah kerja Karantina Pertanian Belawan tercatat meningkat.
Sebanyak 3.457 ribu ton komoditas pertanian asal Provinsi Sumatera Utara dikirim ke pasar ekspor dengan total nilai mencapai Rp 28,8 triliun. Angka ini meningkat 22,05 persen dibandingkan kinerja ekspor tahun 2020 yang tercatat Rp 23,6 triliun.
“Sampai akhir tahun, kami tidak menerima NNC atau komplain dari negara tujuan. Artinya, sertifikasi ekspor karantina berhasil menjamin kesehatan dan keamanan komoditas yang diekspor,” jelas Yusmanto.
Kedepan, guna mengantisipasi meningkatnya arus lalu lintas komoditas pertanian, diperlukan kolaborasi dan sinergi dengan berbagai pihak agar pengawasan komoditas pertanian, baik yang impor maupun ekspor, tetap maksimal.
“Komoditas yang diekspor dapat meningkat daya saingnya, sementara yang diimpor terjamin kesehatan dan keamanannya, tidak mengancam pertanian kita,” pungkas Bambang.
Reporter: Rls
Discussion about this post