MEMBACA berita yang berjudul ‘Bupati Madina Kesal Lihat Tumpukan Sampah di Irigasi Batag Gadis, Ini Perintahnya’ yang tayang di StartNews.co.id pada Senin (9/10/2023), saya langsung terangsang untuk sumbang saran demi perbaikan tata kelola sampah di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), yang juga tanah kelahiran saya.
Seperti diberitakan StartNews.co.id, Bupati Madina HM Jakfar Sukhairi Nasution kesal melihat Irigasi Sekunder Batang Gadis dan saluran irigasi lainnya yang tidak terawat, karena menjadi tempat pembuangan sampah. Menurut dia, puluhan tahun lamanya aliran sekunder Batang Gadis dijadikan tempat pembuangan sampah hingga menumpuk yang akhirnya terjadi pendangkalan.
Itu sebabnya, Bupati menginstruksikan Sekda, para Asisten, dan kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) mengajak para camat, lurahan, dan kepala lingkungan (Kepling) untuk berkoordinasi agar masyarakat tidak lagi membuang sampah ke aliran irigasi.
Dimana-mana sampah memang sering menimbulkan masalah. Karena itu, sumpah serapah juga kerap dialamatkan kepada ‘sampah’. Karena sampah memang selama ini dianggap tidak berguna. Sampai-sampai orang yang tidak berguna pun sering disebut ‘sampah masyarakat’.
Nah, ngomong-ngomong masalah sampah, sebaiknya kita tidak terus-terusan menyumpahi keberadaan sampah tanpa kita berbuat apa-apa. Toh, sampah itu ada karena masyarakat masih ‘berproduksi’. Nah, yang perlu kita pikirkan bagaimana caranya agar sampah itu masih bisa dimanfaatkan lagi dan bernilai ekonomis. Untuk mencapai hal ini, tentu harus ada tata kelola sampah yang baik.
Soal tata kelola ini, saya menilai Pemkab Madina butuh sinergitas seluruh stakeholder untuk menata-kelola sampah secara mikro dan makro. Katakan saja mulai dari DPRD terkait pembuatan Perda, Pemkab Madina terkait pelaksanaan dan penegakan Perda, dan masyarakat sebagai pelaku langsung.
Terkait Perda, sudah seperti apa Perda yang ada? Kita berharap DPRD segera menghasilkan Perda yang komprehensif untuk menyelesaikan masalah sampah. Demikian juga pelaksanaannya. Tata kelola sampah membutuhkan infrastruktur yang cukup. Mulai dari petugas, mobil angkut, aturan teknis, dan ajakan moralnya. Yang sering menjadi “kambing hitam”, rendahnya kesadaran warga untuk membuang sampah pada tempatnya.
Saya tidak tahu, apakah sudah ada Perda yang dihasilkan DPRD untuk mengatur tata kelola sampah di Madina?
Jika belum, mari kita dorong DPRD membuat Perda agar warga membuang sampah pada tempatnya. Sampah yang dibuang sudah dipilah antara sampah organik dan anorganik. Pelaksanaan Perda itu harus melibatkan Kepala Lingkungan, Lurah atau Kepala Desa.
Di dalam Perda disebutkan tentang penghargaan dan hukumannya bila melaksanakan dan melanggar Perda.
Kemudian dari sisi pemerintah, Pemkab Madinaseharusnya melengkapi infrastrukturnya. Misalnya, tempat menampung sampah sementara harus ada di setiap kelurahan agar mudah dimonitoring Kepala Lingkungan, Lurah atau Kepala Desa.
Di tingkat kabupaten, perlu dibuat infrastruktur pengolah sampah. Misalnya, mesin pencacah sampah dan sarana daur ulang sampah agar menjadi produk bernilai ekonomis. Sebut saja contohnya sampah yang didaur-ulang menjadi produk batako dan paving blok plastik, maggot, dan benda kreatif lainnya.
Produk hasil daur-ulang sampah ini dikelola oleh organisasi profesional berbadan hukum. Bisa berbentuk PT yang menjadi bagian dari BUMD di Mandailing Natal. BUMD juga bisa menjadi bapak angkat bagi warga yang mampu menguraikan sampah menjadi produk bernilai ekonomis.
Nah, perlu juga dibuat aturan untuk warga. Ada penghargaan dan hukuman bagi setiap perilaku membuang sampah. Mulai dari cara membuang sampah hingga tata kelola sampahnya. Bagi yang memiliki prestasi bagus, beri dia apresiasi yang layak. Demikian juga hukuman untuk mereka yang masih melalaikan aturan.
Kondisi pembuangan sampah saat ini, pada umumnya warga bingung kemana mereka hendak membuang sampah. Ada yang buang di jalan perkampungan. Ada yang membuang ke got dan sungai. Ini karena tidak adanya infrastruktur untuk menampung sampah di lingkungan terdekat mereka.
Apalagi ajakan untuk membuang sampah pada tempatnya? Hanya sedikit yang mau dan mengerti menggunakan aturan jadwal buang sampah yang dibuat Dinas Lingkungan Hidup, yang notabene selama ini cenderung “sendirian” mengurusi sampah.
Semua Itu butuh kepemimpinan untuk mengaturnya. Butuh kerja sama semua pelaku untuk bersinergi dengan baik pada produk akhirnya. Saya yakin di bawah kepemimpinan Pak Bupati dan Ibu Wakil Bupati, Madina bisa berbenah dan pada akhirnya bersyukur untuk kerja kerasnya selama ini.
Jika ingin studi banding, saya ingin mengajak Pak Bupati atau Ibu Wakil untuk belajar ke Kabupaten Banyumas, Pemda terbaik di Asia Tenggara dalam menyelesaikan pengelolaan sampah. (*)
Wah… saran yang sangat berharga. Trimks pak Rom