Jakarta, StartNews – Anggota Komisi VI DPR Rudi Hartono Bangun mendesak pemerintah segera mencabut larangan ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya. Menurut dia, larangan yang berlaku sejak 28 April 2022 ini merugikan petani sawit. Sebab, harga sawit semakin anjlok dan petani bisa kembali miskin.
“Harus dibukalah (ekspor CPO dan turunannya). Bukan untuk kepentingan pengusaha minyak goreng dan pengusaha CPO, tapi petani sawit. Jadi petani yang sekarang hasil sawitnya enggak laku, enggak diterima pabrik, busuk di pohon, busuk di mobil, itu sudah merugi beberapa bulan ini. Jadi, pemerintah harus melihat itu, ini dampak kebijakannya begini, harus ada kajian kan enggak bisa sesuka-suka. Jangan petani yang jadi korban,” kata Rudi seperti dilansir dpr.go.id yang dikutip StartNews, Kamis (19/5/2022).
Rudi menambahkan, saat ini petani sawit mengalami kerugian yang besar. Selain karena harga tandan buah segar (TBS) yang bisa mencapai Rp 1.000 per kilogram, petani sawit kini juga kesulitan menjual TBS karena pabrik-pabrik kelebihan stok.
“Jadi, ketika menekan satu atau sekelompok pengusaha agar menormalkan CPO, jangan juga dikorbankan petani-petani kecil yang sejumlah 20 juta lagi. Akhirnya harga TBS anjlok, enggak laku di tingkat-tingkat pabrik dan tingkat-tingkat desa, kecamatan. Sekarang petani sawit resah, akhirnya muncullah demonstrasi. Berapa petani sawit yang rugi dari penurunan larangan ekspor harus dipikirkan,” imbuh politisi NasDem ini.
Untuk itu, menurut Rudi, pemerintah perlu serius menyelesaikan permasalahan CPO dengan menyelesaikan permasalahan mafia minyak goreng. Selain itu, pemerintah juga perlu dengan tegas menerapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO), sehingga rantai pasok dalam negeri dapat lebih aman dan cukup. Termasuk kepada jajaran Kementerian Perdagangan untuk tidak bermain-main.
“Kebijakan DMO dan DPO kuota minyak goreng dalam negeri itu yang serius lah. Itu yang benar-benar Kementerian Perdagangan jangan main mata, kan kebutuhan kita cuma 16 juta ton dalam negeri, produksi kita 65 juta ton. Kalau 16 juta ton pemerintah betul-betul bilang stop jangan diekspor, semua aparaturnya mengawasi, itu stok aman,” tegas legislator dapil Sumatera Utara III itu.
Reporter: Rls