Jakarta, StartNews – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi G. Sadikin menganjurkan seluruh lapisan masyarakat untuk melakukan deteksi dini atau skrining kesehatan secara berkala. Deteksi dini berpeluang besar untuk meningkatkan kesempatan seseorang menjadi penyintas untuk penyakit tidak menular seperti kanker. Dengan demikian, biaya perawatan, tingkat keparahan, kecacatan, bahkan kematian bisa dikendalikan.
“Kanker itu dapat dikendalikan, angka survival rate-nya tinggi, tapi syaratnya harus deteksi dini. Sekitar 90 persen bisa dikendalikan. Kalau ditemukan pada stadium lanjut, maka 90 persen akan meninggal,” kata Menkes Budi dalam acara Fun Walk peringatan Hari Kanker Sedunia di Jakarta.
Di Indonesia, sebagian besar pasien yang memeriksakan diri saat kanker sudah dalam stadium lanjut. Akibatnya 90 persen pasien kanker tidak mendapatkan penanganan yang optimal yang berakhir pada kematian.
Faktor penyebabnya beragam. Pertama, masyarakat takut untuk melakukan pemeriksaan karena khawatir karena keterbatasan dana. Kedua, keterbatasan peralatan sehingga belum banyak fasilitas kesehatan utamanya di daerah yang mampu melakukan skrining kanker. Ketiga, kurangnya tenaga kesehatan yang berkompeten.
Ketiga faktor tersebut kini tengah menjadi fokus Kementerian Kesehatan untuk direformasi dengan melakukan transformasi kesehatan layanan rujukan yang merupakan pilar kedua transformasi kesehatan.
Dari sisi pembiayaan, Menkes menyebutkan saat ini skrining kanker sudah ditanggung BPJS Kesehatan, sehingga masyarakat bisa memanfaatkanya secara gratis di fasilitas pelayanan kesehatan.
“Misalnya untuk kanker kolorektoral, sekarang untuk laki-laki usia di atas 50 tahun sudah bisa melakukan deteksi dini gratis di Fasyankes,” ucap Menkes.
Dari segi peralatan medis, Kemenkes berupaya memenuhinya berdasarkan jenis kanker yang paling banyak diderita masyarakat. Menkes membeberkan bahwa saat ini Kemenkes berupaya memenuhi alat deteksi dini untuk penanganan kanker pada wanita, pria maupun anak.
Di antaranya ada mammografi dan USG di 514 kabupaten/kota untuk deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks pada perempuan. Pemenuhan CT Scan di 514 kabupaten/kota untuk deteksi dini kanker kolorektoral pada laki-laki, serta pemenuhan 10.000 hematoanalyser untuk mendeteksi kelainan darah putih pada anak-anak.
“Kanker payudara paling banyak diderita perempuan. Kita sudah memasang 6.000 USG, mudah-mudahan 10.000 USG bisa kita penuhi tahun ini. Kedua ada serviks, kita sudah wajibkan vaksinasi HPV. Testingnya nanti kita geser dari tes IVA dan papsmear ke HPV DNA, ini untuk pencegahan,” jelas Budi.
Selain upaya preventif melalui skrining kesehatan, Kemenkes juga mendorong seluruh daerah mampu melakukan perawatan dan pengobatan kanker. Hal ini mengingat banyak pasien kanker yang melakukan pemeriksaan sudah dalam stadium lanjut.
“Kami mendorong agar 514 kabupaten/kota mampu melakukan bedah onkologi dan kemoterapi serta 34 provinsi bisa melakukan radioterapi,” katanya.
Dari segi tenaga kesehatan, Menkes berupaya mempercepat pemenuhan tenaga kesehatan yang berkualitas di seluruh Fasyankes di Indonesia melalui beberapa program khusus seperti pengiriman dokter spesialis adaptan luar negeri, penugasan khusus, dan program pengampuan.
Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) sebagai salah satu organisasi profesi yang dekat dengan layanan ini diminta Menkes untuk membantu pemerintah dalam penyediaan tenaga kesehatan yang dibutuhkan.
Sementara Ketua Umum Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) Cosphiadi Irawan mengatakan pada tahun 2020 setidaknya ada sekitar 10 juta penduduk dunia yang meninggal akibat kanker. Dari tahun ke tahun, jumlah ini dilaporkan terus meningkat dan pada tahun 2023 diperkirakan sekitar 13 juta kematian akibat penyakit berbahaya ini.
Cosphiadi membeberkan tingginya angka kematian kanker tersebut disebabkan oleh pola hidup yang kurang sehat seperti konsumsi makanan cepat saji, kurang aktivitas fisik, merokok, dan minum alkohol.
Kebiasaan buruk ini, kata dia, diperparah dengan rendahnya kesadaran masyarakat untuk melakukan deteksi dini. Pada stadium awal, kanker tidak menunjukkan gejala, sehingga seringkali tidak disadari oleh penderita. Akibatnya, banyak kasus kanker yang terdeteksi pada stadium lanjut.
“Kebiasaan ini menyumbang hingga 30 persen. Karena itu, deteksi dini sangat penting untuk pencegahan,” katanya.
Dia juga berharap upaya pemerintah untuk memperkuat deteksi dini penyakit kanker dapat menekan jumlah kesakitan dan kematian akibat kanker. “Di Puskesmas nantinya akan ada 10 ribu USG yang akan digunakan untuk deteksi dini kanker payudara, sehingga delay of diagnosis harapannya bisa kita kurangi,” kata Cosphiadi.
“Ini tentunya tidak terlepas dari peran teman-teman di rumah sakit. Saatnya kita duduk bersama untuk mendukung pemerintah melakukan reformasi layanan kanker yang lebih baik,” imbuhnya.
Reporter: Rls