Kotanopan, StartNews – Karet merupakan salah satu komoditas andalan dari Kabupaten Mandailing Natal (Madina), khususnya Kecamatan Kotanopan. Tak heran jika dulu hampir di setiap kampung didapati pengepul (pengumpul) karet yang langsung membeli karet hasil sadapan warga.
Namun, belakangan ini menyadap karet bukan sepertinya menjadi primadona lagi bagi warga. Hal ini disebabkan harga karet beberapa tahun ini jauh menurun. Banyak warga yang beralih profesi dari menyadap karet menjadi buruh harian, mardompeng, dan mencari emas secara tradional atau bentuk pekerjaan lainnya.
Selain itu, beberapa tahun terakhir petani karet rata-rata lebih suka menjual karetnya di pasar penjualan karet pada hari Sabtu pagi di Pasar Kotanopan daripada pengepul yang ada di kampung. Selain harga mungkin lebih tinggi, juga usai menjual karetnya, ia bisa langsung belanja untuk keperluan rumah tangga di Pasar Kotanopan.
Rendahnya harga karet di pasaran memang sangat berdampak kepada ekonomi warga. Hal ini tentunya ditambah dengan kondisi Covid 19, melengkapi penderitaan petani karet. Seperti pada Sabtu, 22 Januari 2022, harga karet di Pasar Kotanopan hanya berkisar Rp 10.500 sampai Rp 11. 000. Harga ini memang naik sekitar Rp 200 sampai Rp 300 dibandingkan dua pekan lalu.
Sebelum menjual karetnya, petani karet biasanya lebih dulu negosiasi masalah harga dengan pengepul. Cocok harga, karet pun langsung ditimbang dan langsung dibayar di tempat.
Hamdi Lubis, salah seorang pengepul karet di Kotanopan, mengatakan harga karet pekan ini memang lebih baik dibandingkan pekan lalu. Harganya naik sekitar Rp 200-300. Jadi, harga karet pekan ini sekitar Rp 10.500 sampai Rp 11.000. Sedangkan pekan lalu, harga karet paling tinggi hanya sekitar Rp 10.500.
Walaupun ada kenaikan harga, sepertinya tidak membuat petani karet gembira. Pasalnya, kalau dibandingkan hasil komoditas lainnya seperti kayu manis, pinang, coklat, dan lainnya, harga karet ini masih jauh di bawah.
Bayangkan saja, seorang petani karet kalau hanya punya 4 ember setiap pekannya, jumlahanya hanya sekitar 40 kilogram. Kalau 40 kilogram dikalikan Rp 10.000, maka hasilnya Rp 400.000.
Uang yang Rp 400.000 inilah biaya rumah tangga untuk sepekan. Mulai dari belanja hari Sabtu di Pasar Kotanopan, ongkos anak sekolah dalam sepekan, dan keperluan rumah tangga lainnya. Kondisi ini tentunya jauh dari cukup. Apalagi sang petani karet mempunyai anak dua sampai tiga yang sekolah ditambah lagi ada yang duduk di perguruan tinggi.
Lantas bagaimana kalau karet yang disadap itu milik orang lain, tentunya ada lagi bagian yang harus dikeluarkan untuk yang punya karet. Begitu juga, kalau cuaca lagi musim penghujan, tentunya usaha untuk menyadap karet tidak akan terlaksana. Kondisi ini tentunya semakin mempersulit ekenomi warga.
Kembali kepada aktivitas penjual karet. Rata-rata yang menjual karet di Pasar Kotanoan pada pagi harinya sepertinya lebih banyak dinominasi kaum perempuan atau kaum ibu. Entah apa alasannya, kenapa perempuan lebih banyak yang menjual karet di Kotanopan kalau dibandingkan laki-laki.
Warga yang menjual karet ini datang dari desa-desa yang ada di Kecamatan Kotanopan. Misalnya, dari Gunungtua SM, Aek Marian, Simandolam, Hutapadang, Sayurmaincat, Tamiang, Hutapungkut, dan desa-desa lainnya yang di Kotanopan. Umumnya mereka datang menaiki angkot dengan membawa karet hasil sadapannya untuk dijual di Kotanopan.
Walaupun sepertinya petani karet tersenyum saat menerima uang hasil jualannya karetnya, tetapi sebenarnya di hati mereka menjerit bagaimana cara membangi uang yang sedikit ini agar cukup untuk keperluan rumah tangga selama sepekan.
Ikbal, salah seorang pengepul karet di Kotanopan, mengatakan rendahnya harga karet memang sangat berdampak kepada ekonomi warga. Begitu juga jumlah karet yang dijual petani karet setiap pekannya di Pasar Kotanopan sangata jauh menurun.
Kalau dijumlahkan, karet yang dijual di Pasar Kotanopan semuanya dalam dua tahun terakhir hanya sekitar 10 ton per pekannya. Jumlah ini tentunya jauh menurun kalau dibandingkan lima tahun lalu yang jumlah karet yang dijual di Pasar Kotanopan mencapai 25-30 ton per pekannya. Hal ini membuktikan kepada kita bahwa banyak warga yang beralih profesi dari penyadap karet ke profesi pekerjaan harian.
Harapan terakhir petani karet di Kotanopan agar pemerintah bisa mendongkrak harga karet ini naik, minimal Rp 15.000 atau harga yang wajar sebenarnya Rp 20.000 per kilogram.
Reporter: Lokot Husda Lubis