Jakarta, StartNews – Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri mengaku gelisah melihat dinamika politik saat ini. Pasalnya, dia melihat dalam praktik, wajah kekuasaan kini lebih dominan ditampilkan daripada watak membangun peradaban.
Megawati mengungkapkan kegelisahan itu dalam pidatonya saat pengumuman calon kepala daerah dari PDI Perjuangan gelombang kedua, di kantor pusat PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2024).
Presiden kelima RI ini mengatakan ideologi Pancasila dan UUD 45 seharusnya menjadi landasan terpenting dalam rangka kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu, dia meminta para elite politik memberikan hak rakyat seluas-luasnya untuk memilih pemimpinnya tanpa ada upaya menghambat dan mengatur-atur sesuai keinginan diri sendiri dengan cara melawan Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
Megawati lalu bercerita tentang bagaimana Indonesia sebagai sebuah negara dibentuk dan dibangun oleh para pendiri bangsa dengan komitmen, ketaatan, dan penghormatan bersama kepada aturan hukum yang disepakati sebagai rule of the game.
Bagi Megawati, Indonesia bisa berdiri dengan baik hingga saat ini, salah satunya karena para elite tersebut mampu menghargai aturan tersebut.
“Jaman segitu para bapak pendiri bangsa itu sudah betul-betul menghargai rule of the game. Coba kalau tak begitu, bayangkan situasinya. Mestinya kita begitu juga. Mestinya rule of the game, rule of Indonesia ini harus dijalankan. Jangan bikin aturan-aturan sendiri. Betul apa tidak?” kata Megawati.
Begitu pentingnya menghormati konstitusi negara, menurut Megawati, maka presiden dan wakil presiden RI disumpah untuk memegang teguh UUD dan harus menjalankan UUD dengan selurusnya. Sumpah yang diucapkannya adalah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Juga disertai dengan janji presiden dan wakil presiden kepada seluruh rakyat, bangsa, dan negara Indonesia.
“Amanat konstitusi ini sangat jelas dan tegas. Jangan coba-coba untuk mengubahnya. Kecuali dimanakah boleh terjadi amandemen,” kata Megawati.
Di dalam konstitusi, lanjut Megawati, di pasal 24C ayat 1 diatur juga bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.
“Ingat, final, final, final. Bahasa kerennya final and binding. Coba loh, kalau ada orang menantang apa yang bunyi di pasal ini, berarti dia bukan orang Indonesia,” kata Megawati.
“Jadi amanat ini tidak bisa ditafsirkan lain. Karena itulah mengingkari keputusan MK sama artinya dengan pelanggaran terhadap konstitusi,” tegasnya.
Reporter: Sir/Rls