TAHUN 1929, Abdullah Lubis menjadi direktur Sjarikat Tapanoeli yang menerbitkan Pewarta Deli. Editor Pewarta Deli, Mangaradja Ihoetan, terkena Delik Pers atas pemberitaannya mengenai persekongkolan penjualan tanah yang melibatkan Goevernoer (Berita Koran Soematra Post, 28-01-1929).
Petikan narasi itu saya masukkan dalam naskah drama berjudul Aja Bun yang akan tayang di Indonesiana-TV. Tentu niatnya agar tokoh-tokoh pers dari Mandailing masa kolonial bisa kembali dikenal.
Lagi pula, Abdullah Lubis dan Mangaradja Ihoetan memang layak dipublikasikan. Tentu karena mereka mengelola media massa yang besar waktu itu.
Saya tidak tahu apakah ada nama jalan Mangaraja Ihutan di Medan. Adanya jalan Abdullah Lubis, Hasanul Arifin, dll.
Saya juga tidak tahu apa ada nama jalan Hasbullah Parinduri (Matumona), Dja Endar Moeda, Mangaeadja Salambue, dan terutama Parada Harahap. Orang Mandailing Angkola memang merajai surat kabar di Hindia Belanda masa sebelum merdeka.
Adinegoro, sekalipun dari Minangkabau, juga bergerak di Medan. Atau Mohammad Said yang kemudian menggantikan Adinegoro sebagai Pemred koran “Pewarta Deli”. Juga Ani Idrus, wartawati Sinar Deli yang didirikan Mangaradja Ihoetan.
Mangaraja Ihoetan atau Muhammad Djamil lahir di Sabadolok, Kotanopan, tahun 1895. Lulus CIS Kotanopan 1908, melanjutkan studi ke Bukit Tinggi dan lulus tshun 1912. Sempat menjadi guru di Hutagodang. Tahun 1921 lulus diploma Klein Ambtenar di Medan. Lalu merantau ke Kutaraja.
Tahun 1917 menjabat Sekretaris Central Syarikat Islam Kutaraja. Tahun 1923 editor koran “Pewarta Deli” di Medan. Mangaradja Ihoetan memimpin koran terbesar di Sumatera itu setelah Dja Endar Moeda meninggalkannya.
Koran Pewarta Deli memang selalu mengkritisi pemerintah kolonial. Karena itu, tahun 1929, Mangaradja Ihoetan dihukum penjara di Medan karena memuat berita yang menghina pejabat pemerintah kolonial.
Keluar dari penjara ia menjadi direktur Harian Sinar Deli. Pewarta Deli kemudian dipimpin oleh Adinegero. Ketika Jepang berkuasa, koran pimpinan Mangaradja Ihoetan dilarang terbit.
Setelah merdeka, 1946, Mangaradja Ihoetan diangkat sebagai Sekretaris Dewan Pertahanan Sumatera Timur. Tahun 1947, sekretaris Dewan Kota Sumatera Timur. Tahun 1948, kepala penerangan mobiel TNI Sektor I Sub Teritorial VII Tapanuli Selatan. Perlawanan rakyat terhadap Belanda masa Revolusi Fisik di wilayah Tabagsel, bagiian dari perjuangan beliau. Karena itu beliau diangkat sebagai Perintis Kemerdekaan Indonesia. (***)