Panyabungan, StartNews – Antrean panjang mengular tak lagi hanya didominasi kendaraan. Di sepanjang jalur menuju sejumlah SPBU di Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), wajah-wajah letih bercampur keputusasaan tampak jelas.
Kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang terjadi sejak pasokan terputus akibat banjir dan longsor telah memicu krisis. Setiap liter bahan bakar berubah menjadi komoditas ‘emas’ yang diperjuangkan dengan penuh kesabaran dan keluhan.
Bagi banyak warga, BBM menjadi urat nadi kehidupan pascabencana. Salah satunya bagi Rahmat (40), seorang relawan lokal yang sepeda motornya menjadi tumpuan untuk mendistribusikan logistik ke desa-desa yang terisolasi.
“Sudah dua hari saya begini. BBM ini bukan untuk jalan-jalan, tapi untuk antar mi instan dan obat ke saudara-saudara kita di Tanggabosi. Kalau minyak tidak ada, bantuan juga macet. Kami jadi dilema, antara bantu korban atau mengantre di sini,” keluhnya.
Bahkan, bagi mereka yang bukan relawan, kelangkaan BBM ini menjadi beban ganda. Siti (55), seorang ibu rumah tangga dari Muara Batang Gadis yang mengungsi ke Panyabungan, harus bolak-balik mencari BBM agar bisa membeli kebutuhan dapur di pasar yang jaraknya cukup jauh.
“Antrean ini menghabiskan waktu kami seharian. Kalau dapat minyak, syukur. Kalau tidak, besok kami tidak bisa ke pasar, dapur umum pun terancam,” ujarnya dengan sorot mata yang memancarkan kelelahan.
Selain lamanya mengantre, yang memicu kemarahan warga adalah maraknya praktik ‘harga gelap’ di beberapa titik. Sejumlah pemilik jeriken mengaku terpaksa membeli BBM dari pengecer dengan harga dua hingga tiga kali lipat.
“Saya butuh cepat untuk mengantar orang sakit. Mau bagaimana lagi? Saya terpaksa beli dari pengecer di pinggir jalan, harganya mencekik. Kami sudah menderita karena bencana, kenapa ada yang tega mengambil keuntungan seperti ini?” tanya Armen, pengendara sepeda motor yang merasa dimanfaatkan di tengah kondisi darurat.
Informasi palsu yang beredar cepat di media sosial juga menambah beban psikologis. Janji pasokan BBM yang sering meleset membuat warga harus bermalam di SPBU hanya untuk mendapati mobil tangki yang tak kunjung tiba.
Saat pasokan dikabarkan tiba, meskipun jumlahnya puluhan ribu liter, antrean panjang justru semakin tak terhindarkan. Para personel kepolisian dan petugas SPBU harus bekerja ekstra-keras untuk mengendalikan ketertiban agar tidak terjadi kericuhan.
Keluhan-keluhan di antrean BBM Panyabungan menjadi cermin perjuangan masyarakat Madina untuk mempertahankan mobilitas dan harapan di tengah kehancuran. Ini membuktikan sekecil apapun pasokannya, bahan bakar menjadi energi yang menghidupkan kembali semangat pascabencana.
Reporter: Sir





Discussion about this post