Panyabungan, StartNews – Vibes sore menjelang Magrib di Pendopo Rumah Dinas Bupati Mandailing Natal (Madina) kali ini terasa berbeda pada Selasa (16/12/2025). Tidak ada ingar-bingar perayaan atau diskusi politik yang riuh.
Saat matahari perlahan tenggelam digantikan gema azan Magrib, suasana berubah menjadi hening, khusyuk, dan penuh kepasrahan.
Di bawah naungan atap pendopo, puluhan kepala tertunduk. Di barisan depan, Bupati Madina H. Saipullah Nasution duduk bersimpuh. Dia membaur bersama para alim-ulama, tokoh politik, dan tokoh masyarakat. Malam itu, Pemerintah Kabupaten Madina tidak sedang menggelar rapat dinas, melainkan sebuah ikhtiar langit, yakni salat istighosah, zikir, dan doa bersama.
Kegiatan ini bukan sekadar ritual seremonial. Ini jeritan hati kolektif dari masyarakat Bumi Gordang Sambilan yang beberapa pekan terakhir didera cobaan berat. Ingatan tentang bencana hidrometeorologi masih segar dalam memori. Banjir bandang, tanah longsor, hingga angin puting beliung yang menghantam 20 kecamatan secara serentak, menyisakan jejak lumpur dan duka bagi warga.
“Kita berkumpul di sini untuk mengetuk pintu langit,” demikian tersirat dari suasana malam itu.
Rangkaian ibadah diawali dengan salat Magrib berjamaah, dilanjutkan dengan salat istighosah. Dipimpin oleh Ketua MUI MadinaUstadi Nasir, lantunan zikir mulai menggema. Suara-suara parau memohon ampunan (istighfar) memecah keheningan malam Panyabungan. Ada getar dalam setiap lafaz yang diucapkan, sebuah pengakuan kecilnya manusia di hadapan kekuatan Sang Pencipta.
Bencana tak mengenal warna politik atau jabatan, begitu pula doa yang dipanjatkan malam itu. Terlihat hadir berbaur dalam saf jamaah, para pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan tokoh politik, termasuk Ketua DPC PKB Madina Khoiruddin Faslah Siregar bersama Sekjen Edi Anwar Nasution.
Di sisi lain, Camat Panyabungan Miswar Husin Pulungan dan Camat Tambngan Enda Mora Lubis serta sejumlah kepala desa dari Kecamatan Tambangan—salah satu wilayah yang kerap waspada bencana—tampak larut dalam doa. Kehadiran mereka menyimbolkan satu hal: ketika alam ‘murka’, persatuan dan kepasrahan kepada Ilahi adalah benteng terakhir.
Ibadah ini menjadi wujud muhasabah (introspeksi diri) pemerintah dan masyarakat Madina. Doa-doa yang dipanjatkan secara spesifik memohon agar Allah SWT mengangkat segala bala dan menjauhkan kabupaten ini dari mara bahaya lanjutan.
Di tengah cuaca Desember yang masih tak menentu, gema “Amin” yang serempak dari Pendopo Bupati menjadi simbol harapan. Harapan agar air bah tak lagi menyapa, agar tanah tak lagi longsor, dan agar masyarakat Madina bisa kembali bangkit menata kehidupan dengan rasa aman di bawah lindungan-Nya.
Malam semakin larut di Panyabungan, namun semangat untuk bangkit dan berserah diri justru semakin nyala.
Reporter: Sir




Discussion about this post