Jambi, StartNews – Tim gabungan dari Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan Wilayah Sumatera bersama Balai Taman Nasional Berbak Sembilang (TNBS), didukung TNI, Polri, dan pemerintah daerah, memusnahkan tanaman kelapa sawit ilegal seluas 98,8 hektare yang berada di dalam kawasan konservasi. Operasi penertiban dan pemulihan kawasan ini berlangsung selama tujuh hari, 4-10 Desember 2025.
Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera Hari Novianto menjelaskan operasi ini melibatkan 51 personel gabungan dari TNBS, Balai Gakkum Kehutanan, Polri, TNI, unsur kecamatan dan desa, serta Masyarakat Mitra Polhut (MMP).
Lokasi penertiban dipusatkan di Resor Sungai Rambut SPTN Wilayah I, yang secara administratif berada di Kecamatan Berbak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Kawasan ini telah mengalami perambahan masif dan alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit ilegal selama dua tahun terakhir.
Komandan Brigade Mako Jambi Beth Venri menegaskan tindakan pemusnahan sawit ilegal yang rata-rata berusia satu hingga dua tahun ini dilakukan secara terukur menggunakan chainsaw, parang, dodos, dan aplikasi bahan pengering tanaman.
“Langkah tegas ini merupakan pesan serius bahwa negara tidak akan membiarkan perusakan ekosistem rawa gambut terus terjadi demi keuntungan sepihak,” ujar Beth Venri.
Dia menambahkan, TN Berbak merupakan kawasan rawa gambut terpenting di Sumatera yang berfungsi sebagai habitat vital satwa liar dilindungi.
Sementara Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera Hari Novianto mengapresiasi sinergi yang terjalin. Dia juga memerintahkan penyidik Gakkum untuk mengembangkan kasus ini secara intensif guna mengejar pihak-pihak lain, termasuk pemodal yang terlibat dalam aktivitas jual-beli lahan kawasan hutan dan perambahan di TNBS.
Hari menambahkan, penyidik Gakkum Kehutanan sebelumnya telah memproses hukum dua orang tersangka terkait aktivitas ilegal di lokasi tersebut dan kasusnya saat ini masih dalam tahap penyidikan.
Penegakan hukum ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (yang diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023) dan UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Undang-undang tersebut melarang keras penggunaan kawasan hutan secara tidak sah. Pelaku perambahan hutan dapat dikenai ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda hingga Rp7,5 miliar.
Reporter: Sir





Discussion about this post