Panyabungan, StartNews Musibah meninggalnya bayi berusia 10 bulan yang menderita gizi buruk di Kelurahan Sipolupolu, Kecamatan Panyabungan pada Rabu (4/10/2023) pagi semestinya menjadi momentum bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mandailing Natal (Madina) untuk mengevaluasi secara holistik realisasi program pengentasan angka stunting di Madina.
Pasalnya, anak yang menderita masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi itu terjadi di kecamatan yang menjadi ibukota Kabupaten Madina. Itu sebabnya, sebuah ironi jika ternyata luput dari perhatian para pemangku kepentingan di pusat pemerintahan kabupaten ini.
Anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk mengatasi masalah stunting ini terbilang relatif besar. Untuk tahun 2024 mendatang saja, misalnya, pemerintah pusat mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp28,6 miliar untuk menyokong upaya penurunan angka stunting di Kabupaten Madina melalui program pembangunan sanitasi dan jaringan air bersih.
BACA JUGA:
Dana Rp28,6 miliar itu diperoleh setelah acara sinkronisasi dan harmonisasi DAK air minum dan sanitasi tahun 2024 yang dihadiri pemerintah kabupaten/kota se-Indonesia di Bogor, Jawa Barat pada 24-25 Agustus 2023.
Sementara Wakil Bupati Madina Atika Azmi Utammi Nasution meminta para camat lebih proaktif menangani kasus stunting.
“Tolong agar kasus stunting ini jadi atensi khusus. Kedepannya para camat selaku ketua TPPS tingkat kecamatan harus lebih proaktif lagi, kata Atika saat membuka kegiatan Diseminasi I Audit Kasus Stunting di Aula Hotel Rindang, Kecamatan Panyabungan, Kamis (24/8/2023).
Dia berharap seluruh elemen, khususnya yang tergabung dalam lintas sektoral, serius menurunkan angka stunting di Madina. Dia mengatakan target penurunan angka stunting di Madina pada tahun ini 21 persen, dan 14 persen pada tahun 2024.
Atika juga mengajak peserta mengikuti dan menjelaskan terkait program Bapak/Bunda Asuh Stunting (BAS) di Madina yang sudah memasuki bulan kedua.
“Program BAS ini berupa pemberian santunan atau penyisihan penghasilan bagi ASN di Madina yang kita tentukan nominalnya, yaitu untuk eselon II sebesar Rp300 ribu per bulan. Sedangkan eselon III-a sebesar Rp200 ribu per bulan. Bagi yang berminat berpartisipasi, kami sambut dengan hangat,” katanya.
Hal itu, kata Atika, bukan pungli dan bukan tekanan dari pihak Pemkab Madina, melainkan regulasi melalui Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021.
“Kegunaannya banyak dan bukan hanya bayinya, tapi juga yang berisiko. Belum lagi dari segi infrastruktur, calon pengantin, ibu yang baru melahirkan, baduta, balita, sanitasi yang tidak layak, hingga soal air yang belum bersih dan tidak layak konsumsi, dan yang lainnya,” ujar Atika.
Reporter: Sir
Discussion about this post