KASUS tender proyek Pengembangan Puskesmas Desa Sibanggor Jae, Kecamatan Puncak Sorik Marapi (PSM), Mandailing Natal (Madina), yang melibatkan CV Credesain Kontruksi belakangan menjadi sorotan publik. Dengan pagu anggaran lebih dari Rp5 miliar, proyek ini tak hanya soal pembangunan fisik, tetapi juga cerminan transparansi dan keberpihakan pemerintah daerah terhadap regulasi dan pengusaha lokal.
Fakta bahwa CV Credesain Kontruksi menjadi peserta tunggal dalam tender tersebut, ditambah adanya dugaan syarat yang sengaja disematkan untuk menghambat kontraktor lokal, yaitu kewajiban menyediakan Self Loading Concrete Mixer (SLCM) kapasitas 7.600 Kg/3,5 meter kubik, mengembuskan aroma ketidakberesan. Alat berat ini, yang masih jarang dimiliki kontraktor lokal, seolah menjadi “gerbang emas” yang hanya bisa dilalui pihak tertentu, terutama perusahaan dari luar daerah.
Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah pelanggaran terang-terangan yang terjadi setelah kontrak diteken. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Sahjan, mengakui CV Credesain Kontruksi faktanya tidak menggunakan SLCM di lokasi, melainkan hanya menggunakan alat pengaduk beton biasa (molen). Parahnya, Sahjan berdalih bahwa pelanggaran syarat ini bukanlah masalah besar, selama perusahaan mampu memenuhi target mutu beton K300.
Ini adalah pembenaran yang sangat berbahaya. Persyaratan teknis dalam sebuah tender, apalagi yang spesifik seperti SLCM, dicantumkan bukan tanpa alasan. PPK sendiri menyebut kesiapan SLCM adalah syarat utama untuk mengejar waktu penyelesaian proyek. Jika alat ini kemudian diabaikan, waktu penyelesaian, efisiensi kerja, dan kualitas hasil secara keseluruhan dapat terancam.
Alasan yang dikemukakan PPK bahwa ketiadaan alat berat karena penolakan masyarakat yang khawatir jalan desa terhambat, tentunya sangat tidak masuk akal. Jika SLCM dianggap mengganggu, mengapa persyaratan itu dibuat di awal? Ini menguatkan dugaan bahwa syarat tersebut hanya akal-akalan untuk memuluskan kemenangan perusahaan tertentu.
Mengapa perusahaan dimenangkan berdasarkan kepemilikan alat, yang bahkan diakui berada di Medan dan tidak dibawa ke lokasi, tetapi kemudian diizinkan melanggar syarat tersebut di lapangan? Inilah bentuk inkonsistensi fatal yang berpotensi mencederai proses lelang.
Kejadian ini tidak hanya merusak citra Dinas Kesehatan Madina, tetapi juga memperburuk keluhan yang telah disuarakan oleh organisasi jasa konstruksi lokal seperti Gapensi dan Apeknas. Saat beraudiensi dengan Bupati Madina H. Saipullah Nasution belum lama ini, mereka mengeluhkan dominasi perusahaan luar daerah. Kini apa yang mereka keluhkan itu menemukan bukti konkret yang memperkuat kecurigaan adanya permainan dalam penetapan syarat dan pengawasan proyek.
Bupati Madina Saipullah Nasution kini berada di persimpangan jalan. Dia harus bersikap tegas. Kasus ini ujian nyata bagi janji kepemimpinannya untuk memberi ruang bagi kontraktor lokal dan memastikan bahwa program pembangunan searah dengan visi misi daerah.
Itu sebabnya, kita mendorong bupati melakukan audit mendalam terhadap proses tender proyek Puskesmas Sibanggor Jae, termasuk mengevaluasi keabsahan alasan penetapan syarat SLCM dan ketiadaan alat tersebut di lapangan.
Kita juga meminta bupati memberikan sanksi administratif hingga pidana kepada PPK jika ditemukan unsur kesengajaan dalam melanggar atau mempermudah pelanggaran syarat kontrak. Pembenaran atas pelanggaran merupakan bentuk kelalaian serius yang tidak bisa ditoleransi.
Bupati harus mampu memastikan bahwa semua persyaratan teknis yang dicantumkan dalam tender pada masa depan merupakan syarat yang wajar, tidak diskriminatif, dan benar-benar wajib dipenuhi selama pelaksanaan proyek.
Selain itu, kita juga mendorong agar bupati menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi kontraktor lockl, sehingga dapat berpartisipasi dan berkontribusi seperti harapan Gapensi dan Apeknas.
Jika bupati tidak bertindak tegas dan transparan, kasus ini akan menjadi preseden buruk. Madina tidak hanya kehilangan kesempatan untuk membangun infrastruktur terbaik dan tepat waktu, tetapi juga kehilangan kepercayaan dari masyarakat dan pengusaha lokal terhadap integritas pemerintah daerahnya.
Integritas harus ditegakkan. Sebab, kepercayaan publik merupakan kontrak sosial yang jauh lebih mahal daripada proyek Rp5 miliar. (*)
Penulis: Saparuddin Siregar | Pemimpin Redaksi StartNews.co.id





Discussion about this post