Pakantan, StartNews Miris. Kondisi SD Negeri 253 Desa Silogun, Kecamatan Pakantan, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara (Sumut), jauh dari kata layak. Sekolah dasar ini hanya punya sembilan murid. Rinciannya, satu orang murid kelas 6, empat orang murid kelas 5, dua orang murid kelas 3, dan satu orang murid kelas 2. Sedangkan kelas 4 dan kelas 1, tidak ada muridnya.
Untuk tahun ajaran 2022-2023, tidak ada murid yang mendaftar ke SD Negeri 253 Desa Silogun. Sekolah ini diajar dua orang guru non-ASN (aparatur sipil negara). Dua guru ini satu laki-laki dan satu perempuan. Guru perempuan berdomisili di Desa Silogun. Dia berasal dari Rao, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. Lantaran suaminya berasal dari Desa Silogun, dia pun menetap di desa terisolasi ini.
Sedangkan guru laki-laki bermukim di Kecamatan Muarasipongi, Kabupaten Mandailing Natal. Kedua guru itu mendapat honor Rp 600 ribu per bulan.

Sembilan murid SD Negeri 253 Desa Silogun itu berangkat ke sekolah seadanya. Mereka berjalan kaki dari rumah masing-masing melewati semak-belukar di tengah hutan. Ada yang bejalan kaki tanpa alas kaki. Ada juga yang pakai sandal jepit. Setiap berangkat sekolah, mereka mengenakan baju seragam yang tidak seragam. Artinya, ada yang pakai seragam putih-merah. Ada juga yang pakai seragam Pramuka.
Berbeda jauh dengan murid-murid SD di kota, seperti murid-murid SD di Panyabungan. Murid-murid SD Negeri 253 Desa Silogun badannya kecil-kecil, kurus, dan pendek. Sangat jelas tergambar, mereka kurang mengonsumsi makanan bergizi. Maklum, Desa Silogun dan lima desa lainnya di Kecamatan Pakantan termasuk locus stunting yang tinggi di Kabupaten Mandailing Natal.
Dilihat dari fisiknya, gedung SD Negeri 253 Desa Silogun boleh dibilang cukup bagus. Namun, sarana dan prasarananya seperti meja, kursi, dan buku-buku pelajaran jauh dari standar layak untuk sekolah dasar. Lokasi sekolah ini berada di tengah hutan ‘perawan, jauh dari perkampungan.
Menurut informasi yang diperoleh dari seorang pegawai di Dinas Pendidikan Madina, setiap tahun SD Negeri 253 Desa Silogun mendapat dana BOS kurang lebih Rp 60 juta. Namun, informasi ini belum terkonfirmasi, karena kepala SD Negeri 253 Desa Silogun yang bermukim di luar Kecamatan Pakantan, jarang datang ke sekolah itu. Menurut warga setempat, kepala sekolah itu berstatus PNS.

Keberadaan SD Negeri 253 Desa Silogun yang jauh dari perkampungan ditengarai menjadi salah satu penyebab para orangtua di Desa Silogun enggan menyekolahkan anaknya ke SD ini. Selain itu, kesadaran para orangtua di desa ini terhadap betapa pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya masih sangat rendah. Mereka masih menganggap anak-anaknya tidak perlu sekolah, karena pada akhirnya anak-anak itu senantiasa bekerja sebagai petani dan pekebun.
Kamis (21/7/2022) lalu, Camat Pakantan Nurhamidah Lubis dan Kepala Puskesmas Pakantan Dokter Amri Situmorang bersama 16 staf Kantor Camat Pakantan dan tenaga kesehatan Puskesmas Pakantan mengunjungi Desa Silogun. Mereka membawa vaksin untuk imunisasi anak-anak dan ibu hamil di desa itu.
Tim dari Kantor Camat dan Puskesmas Pakatan ini juga membawa makanan tambahan berupa makanan pendamping ASI atau MPASI dan susu untuk ibu hamil dan balita.
Tak mudah membawa vaksin imunisasi dan makanan tambahan ke Desa Silogun. Pasalnya, desa ini terisolasi. Akses jalan ke desa ini sangat terbatas.
Dari pusat pemerintahan Kecamatan Pakantan ke Desa Silogun jaraknya mencapai 26 kilometer. Dari pusat pemerintahan Kecamatan Pakantan menuju Desa Silogun, tidak ada akses jalan yang dapat dilakui dengan kendaraan roda empat.
Butuh waktu 1 jam untuk sampai ke Desa Silogun dengan menunggangi kendaraan roda dua. Lalu, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki melintasi semak-semak dan menyeberangi sungai yang penuh bebatuan. Berjalan kaki dari akses terakhir kendaraan roda dua menuju Desa Silogun butuh waktu 40 menit.
Sebelum mulai jalan kaki, rombongan Camat Pakantan terpaksa mengganti sepatu dengan sepatu boots agar tidak tergores tumbuhan berduri dan gigitan serangga dan binatang berbisa lainnya.
Kedatangan rombongan Camat Pakantan ini tentunya disambut gembira oleh warga Desa Silogun. Maklum, dalam setahun saja, misalnya, belum tentu ada pejabat walaupun pejabat setingkat kecamatan yang mau berkunjung ke desa tersebut.
Saat kunjungan tersebut, Camat Pakantan Nurhamidah Lubis sempat berdialog dengan murid-murid SD Negeri 253 Desa Silogun. Bak seorang guru, Nurhamidah sempat mengetes pengetahuan murid-murid tersebut tentang Pancasila dan lagu kebangsaan ‘Indonesia Raya. Ada murid yang hapal. Ada juga yang masih terbata-bata memabaca teks Pancasila.
Kepada Camat Pakantan, murid-murid SD Silogun menyampaikan sejumlah permintaan. Di antaranya, mereka ingin dibelikan sepatu sekolah dan buku-buku pelajaran. Selama ini, mereka pergi ke sekolah hanya pakai sandal. Buku tulis mereka pun cuma satu untuk semua pelajaran.

Silogun Bak Desa Mati
Rumah penduduk di Desa Silogun umumnya rumah panggung yang terbuat dari kayu dan papan. Desa ini sepi. Banyak warganya yang memilih pindah ke wilayah Rao, Kabupaten Pasaman, Sumbar. Tidak adanya akses jalan hingga minimnya sarana pendidikan membuat desa yang berada di kaki Gunung Kulabu ini bak desa mati.
Awalnya, puluhan kepala keluarga tinggal di Desa Silogun. Namun, dari tahun ke tahun desa ini tidak mampu berkembang meskipun sudah mendapat bantuandana desa. Alhasil, rumah panggung dari kayu yang tadinya kokoh berdiri, kini mulai lapuk dan roboh karena ditinggalkan penghuninya.
Desa Silogun juga dikenal sebagai salah satu daerah produktif dengan penghasil bumi di Madina. Namun, minimnya infrastuktur pendukung membuat warga enggan bertahan di desa ini. Mereka memilih tinggal di desa lain untuk menyambung hidupnya.
Kini, hanya beberapa kepala keluarga yang mau bertahan di Desa Silogun. Mereka harus berjuang melewati akses jalan yang sudah terputus dan ditutupi semak-belukar untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
Jembatan gantung yang sudah putus membuat akses jalan desa semakin sulit. Warga terpaksa menyebrangi sungai untuk keluar masuk desa. Warga berharap Pemkab Madina segera memperbaiki akses jalan, sarana kesehatan, dan pendidikan agar mereka dapat hidup layak dan sejahtera.
Reporter: Saparuddin Siregar
Discussion about this post