• Media Kit
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
Minggu, Oktober 19, 2025
  • Login
Start News
  • Home
  • Newsline
  • Madina
  • Sumut
  • Nasional
  • Kabar Desa
  • Figur
  • Hiburan
  • Start TV
  • Start FM
No Result
View All Result
  • Home
  • Newsline
  • Madina
  • Sumut
  • Nasional
  • Kabar Desa
  • Figur
  • Hiburan
  • Start TV
  • Start FM
No Result
View All Result
No Result
View All Result

Analisis Pengelolaan Sumber Daya Air di Panyabungan dan Siabu

OLEH: PARLIN LUBIS | Penulis adalah alumni Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Pesisir, Kelautan, dan Pulau-Pulau Kecil Universitas Bung Hatta Padang dan alumni TPFYL 21st Century Indonesia, JICA, di Kagoshima-Japan 2009.

by Redaksi
Kamis, 1 Mei 2025
0 0
0
Analisis Pengelolaan Sumber Daya Air di Panyabungan dan Siabu

Parlin Lubis. (FOTO: DOK. STARTNEWS)

SEKITAR 71 persen permukaan bumi ditutupi oleh air. Namun, hampir seluruh air tersebut, sekitar 97,5 persen adalah air laut dan tidak bisa langsung digunakan untuk kebutuhan manusia. Hanya sekitar 2,5 persen yang merupakan air tawar. Dari jumlah kecil itu, sebagian besar tersimpan dalam bentuk es di kutub dan gletser. Air tawar yang benar-benar tersedia untuk kebutuhan manusia, seperti yang ada di danau, sungai, dan rawa, sangat terbatas. Volume air ini hanya sekitar 0,01 persen dari seluruh air di bumi dan luas permukaannya pun hanya mencakup sekitar 0,8 persen dari permukaan bumi (Dudgeon et al., 2006).

Namun, air tawar memiliki peran strategis dalam menopang kehidupan manusia dan ekosistem. Salah satu bentuk air tawar yang krusial adalah air tanah, yang menjadi sumber utama saat musim kemarau. Ketergantungan terhadap proses pengisian ulang alami (recharge) menjadikan air tanah rentan terhadap perubahan topografi, tutupan lahan, jenis tanah, dan pola aliran permukaan, sehingga pengelolaannya sangat penting untuk menjaga ketahanan lingkungan dan keanekaragaman hayati (Dudgeon et al., 2006).

Air tanah berperan sebagai penyangga utama kebutuhan air saat musim kemarau dan krisis air permukaan (Todd & Mays, 2005). Air tanah sangat bergantung pada proses recharge alami, yaitu pengisian kembali cadangan air bawah tanah melalui infiltrasi air hujan, sungai, dan danau (de Vries & Simmers, 2002). Proses ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti topografi, tutupan lahan, jenis tanah, dan jaringan aliran permukaan, yang bervariasi secara spasial dan temporal (Scanlon et al., 2006).

Kabupaten Mandailing Natal (Madina) memiliki karakteristik geografis yang kompleks serta jaringan sungai yang luas sehingga memiliki potensi sumber daya air yang besar, baik dari sisi air permukaan maupun air tanah. Namun, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya air belum sepenuhnya berbasis data spasial. Oleh karena itu, penting dilakukan analisis kuantitatif dan komparatif untuk memahami sejauh mana potensi tersebut dapat mendukung irigasi, ketersediaan air domestik, serta upaya konservasi sumber daya air kedepan.

Analisis ini difokuskan pada wilayah Panyabungan dan wilayah Siabu. Pemilihan kedua lokasi ini didasarkan pada pertimbangan pertumbuhan penduduk yang signifikan di wilayah Panyabungan dan sebagai pusat pemerintahan serta aktivitas ekonomi. Wilayah Siabu didominasi sektor pertanian yang membutuhkan pengelolaan air irigasi secara optimal. Perbedaan karakteristik topografi dan hidrologi ini menjadi dasar penting dalam pemilihan wilayah kajian ini. Untuk memperkuat analisis, beberapa data klimatologi wilayah merujuk pada sumber data terbuka (open data) seperti Power LARC milik NASA yang memberikan informasi tentang data curah hujan dan suhu harian secara spasial. Selain itu, pendekatan simulasi sumber daya air berbasis model seperti MODFLOW juga digunakan secara konseptual untuk memahami perilaku air tanah dalam kondisi terbatas.

Berikut adalah contoh penerapan model MODFLOW untuk simulasi air tanah di wilayah Panyabungan dan wilayah Siabu. Karakteristik wilayah Panyabungan adalah ibu kota Kabupaten Mandailing Natal (Madina), dengan pemukiman padat, pertanian sawah, dan jaringan sungai (termasuk Sungai Batang Gadis dan anak-anak sungainya). Karakteristik wilayah Siabu didominasi oleh lahan pertanian campuran dan perkebunan, dengan tekanan air tanah akibat pertanian intensif dan kebutuhan rumah tangga.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa di wilayah Panyabungan, estimasi debit sumur bor sebesar 300-500m³/hari. Jika tidak ada sama sekali intervensi kebijakan terhadap pengelolaan sumberdaya air tanah di wilayah Panyabungan, dalam kurun waktu 5 hingga 10 tahun yang akan datang dapat diprediksi akan terjadi penurunan muka air sebesar 1,5 meter sampai 2 meter. Akibatnya, kemungkinan terjadi kekurangan air selama musim kemarau.

Begitu juga untuk wilayah Siabu, estimasi debit sumur bor sebesar 200-350m³/hari, dapat diprediksi dalam kurun waktu 5 hingga 10 tahun yang akan datang terjadi penurunan muka air sebesar 1 meter sampai 2 meter. Akibatnya, kemungkinan terjadinya penurunan debit sungai.

Dengan membandingkan kedua wilayah itu diharapkan dapat memberikan gambaran tentang potensi dan tantangan pengelolaan sumber daya air untuk masa yang akan datang, dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan daerah.

Aek Pohon di Kecamatan Panyabungan. (FOTO: ISTIMEWA)

Wilayah Panyabungan memiliki keunggulan yang relatif kuat dalam hal potensi sumber daya air jika dibandingkan dengan wilayah Siabu. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah anak sungai yang lebih banyak. Panyabungan memiliki tekanan urbanisasi yang tinggi akibat pertumbuhan wilayah perkotaan dan perubahan penggunaan lahan dan kondisi ini akan berpotensi mengganggu zona resapan air jika tidak dikelola secara tepat.

Di sisi lain, wilayah Siabu yang lebih didominasi oleh lahan pertanian menunjukkan bahwa kebutuhan yang besar terhadap air permukaan untuk kepentingan irigasi pertanian. Kebutuhan lahan permukiman tetap meningkat di wilayah pusat seperti Panyabungan, yang menyebabkan konversi zona resapan dan berkurangnya kapasitas recharge air tanah.

Jika tidak ada intervensi yang cukup dari pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya air tanah di dua wilayah ini, maka dapat diperkirakan akan menghadapi kesulitan air bersih dalam kurun waktu 5 hingga 10 tahun yang akan datang. Hal ini disebabkan kebutuhan terhadap air yang terus meningkat, sementara cadangan air tanah menurun akibat kurangnya kawasan resapan dan pengambilan air yang berlebihan. Kondisi ini dapat menyebabkan sumur mengering, kualitas air memburuk, dan distribusi air menjadi tidak merata.

Risiko kekurangan air bersih ini juga berkaitan erat dengan pencapaian 17 tujuan Sustainable Development Goals (SDGs). Cikal bakal SDGs berawal dari laporan Brundtland tahun 1987 yang memperkenalkan konsep pembangunan berkelanjutan sebagai integrasi aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Prinsip ini diperkuat dalam Earth Summit di Rio de Janeiro tahun 1992 melalui Agenda 21 dan Deklarasi Rio yang menjadi tonggak awal komitmen dunia yang mendorong lahirnya SDGs sebagai agenda pembangunan dunia hingga 2030.

Oleh karena itu, pengelolaan air tanah yang berkelanjutan sangat penting untuk menjamin ketersediaan air bersih pada masa mendatang dan mendukung pencapaian target-target pembangunan berkelanjutan.

Konsep pembangunan berkelanjutan pada dasarnya menekankan bahwa pembangunan masa kini harus dilakukan tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya. Ini termasuk pengelolaan sumber daya alam, lingkungan hidup, dan tata kelola pemerintahan. Dalam konteks ini, pengelolaan sumber daya air harus dirancang agar tidak menyisakan beban lingkungan, sosial, atau administratif bagi kepemimpinan pada masa depan. Tanggung jawab pemerintah saat ini adalah memastikan bahwa kebijakan, infrastruktur, dan tata kelola air yang dibangun tidak menimbulkan persoalan lanjutan yang akan diwariskan kepada generasi atau pemimpin selanjutnya.

Kesimpulan, perbedaan karakteristik topografi dan hidrologi antara kedua wilayah ini menjadi dasar penting dalam pemilihan wilayah kajian. Panyabungan sebagai pusat pemerintahan dan aktivitas ekonomi dengan pertumbuhan penduduk yang signifikan, memiliki tekanan urbanisasi yang tinggi, yang dapat mengganggu zona resapan air jika tidak dikelola dengan tepat. Sehingga, PDAM cocok untuk daerah dengan infrastruktur distribusi yang baik dan sumber air permukaan yang stabil. Namun, rentan terhadap perubahan iklim dan pencemaran sumber air baku.

Air Tanah (sumur bor) adalah alternatif di daerah yang tidak terjangkau PDAM seperti wilayah Siabu, tetapi memerlukan pengelolaan yang baik untuk mencegah overpumping. Pengelolaan ini harus dirancang agar tidak menyisakan beban lingkungan, sosial, dan ekonomi bagi generasi mendatang. Sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yang menekankan bahwa pembangunan masa kini harus dilakukan tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya.

Rekomendasi pengelolaan yang dapat dilakukan antara lain: mengatur pembangunan dan penggunaan lahan untuk menjaga area resapan air, membangun fasilitas recharge akuifer dan sistem drainase yang efektif untuk mendukung keseimbangan antara air permukaan dan air tanah, serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya konservasi air dan penggunaan air secara efisien. (*)

Referensi:

  • de Vries, J. J., & Simmers, I. (2002). Hydrogeology Journal, 10(1), 517.
  • Dudgeon, D., et al. (2006). Freshwater biodiversity: importance, threats, status and conservation challenges. Biological Reviews, 81(2), 163182.
  • FAO (2003), Irrigation Water Management: Irrigation Scheduling No. 4.
  • JICA and Bappenas (2009), Comprehensive Study on Water Resources in Indonesia
  • Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK, 2019), Pedoman Teknis Pengelolaan DAS Kecil.
  • Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 04/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai.
  • Scanlon, B. R., et al. (2006). Hydrological Processes, 20(15), 33353370.
  • Todd, D. K., & Mays, L. W. (2005). Groundwater Hydrology. Wiley.
Tags: AnalisispanyabunganPengelolaansiabuSumber Daya Air
ShareTweet
Next Post
Golkar Madina Desak Pemerintah Mitigasi Dampak Lumpur Panas di Roburan Dolok

Golkar Madina Desak Pemerintah Mitigasi Dampak Lumpur Panas di Roburan Dolok

Discussion about this post

Recommended

Polisi Tangkap Pedagang Sabu Paket Hemat di Jalan Pelita

Polisi Tangkap Pedagang Sabu Paket Hemat di Jalan Pelita

2 tahun ago
Hujan Lebat Guyur Pantai Barat, Sejumlah Desa di Natal Terendam Banjir

Cuaca Ekstrim, Ada 45 Desa Rawan Banjir dan Tanah Longsor di Madina

2 tahun ago

Popular News

  • 19 Pejabat Pemkab Madina Ikut Uji Kompetensi dan Evaluasi Kinerja, Ini Daftar Namanya

    19 Pejabat Pemkab Madina Ikut Uji Kompetensi dan Evaluasi Kinerja, Ini Daftar Namanya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sertijab Berlangsung Senyap, Bupati Ganti Plt. Kadis PUPR Madina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bupati Madina Berharap Uji Kompetensi Lahirkan Pejabat Cerdas dan Visioner

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • PN Madina Kabulkan Eksekusi Pengosongan Rumah di Desa Mompang Julu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bupati Madina Tepis Isu Mutasi dan Eksistensi ‘Tim Bayangan’ yang Bergerilya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Contact
  • Home
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi

© 2025

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

error: Copyright Start News Group
No Result
View All Result
  • Home
  • Madina
  • Sumut
  • Newsline
  • Nasional
  • Newsline
  • Kabar Desa
  • Opini
  • Figur
  • Komunitas

© 2025