Panyabungan, StartNews Pada Februari 2023, genap 25 tahun PT Sorikmas Mining mencari emas di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) dan Kabupaten Tapanuli Selatan, namun tak kunjung menemukannya. Perusahaan yang menguasai Kontrak Karya generasi VI atas wilayah tambang 66.200 hektare ini dinilai banyak kalangan tidak serius sehingga pemerintah harus mempertimbangkan mencabut izin yang telah diberikan.
Di dalam bukuGrand Strategy KomoditasMinerba 2022yang diterbitkan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), di Provinsi Sumatra Utara hanya ada dua izin tambang mineral yang dikeluarkan pemerintah. Izin dalam bentukKontrak Karya (KK) itu diberikan kepada PT Agincourt Recources, pengelola TambangMartabe, dan PT Sorikmas Mining, pengelola Tambang Madina. Selain izin KK, pemerintah tak mengeluarkan izin lain bagi usaha pertambangan minerba, baik dalam bentuk izin usaha pertambangan (IUP) , izin pertambangan rakyat (IPR) maupun jenis izin lain.
Di dalam KK itu, 63.616 hektare wilayah tambang PT Sorikmas Mining berada di Kabupaten Madina dan sisanya, 2.584 hekatare ada di Kabupaten Tapanuli Selatan.Namun, PT Sorikmas Mining yang telah membanguncamp(markas) di Kabupaten Madina,fokusmelakukan eksplorasi di wilayah tambang yang ada di kabupaten tersebut sejak mengantongi KK pada 1998.
Sayangnya, kehadiran perusahaan yang dibangun Sihayo Gold Limited (SGL) di Kabupaten Madina bukannya membawa kemaslahatan bagi masyarakat sekitar padahal cadangan emas diTanah Mandailing berlimpah. Sesuai petaGeorimamilik Kementerian ESDM, di 66.200 hektare lahan KK yang dikuasai PT Sorikmas Mining ada potensi biji emas primer lebih 167 juta ton dan potensi emas aluvial hampir 4 juta ton, belum termasuk mineral ikutan lain seperti perak.
Staf Khusus BupatiMadina Bidang Ekonomi Pembangunan, Irwan Hamdani Daulay, menilai lambatnya proses produksi PT Sorikmas Mining berdampak serius terhadap upaya Pemda Kben Madina dalam mensejahterakan rakyatnya dari potensi sumber daya alam yang ada.Jika deposit emas yang ada di Tanah Mandailing bisa ditambang dan dimanfaatkan sejak PT Sorikmas Mining mengantongi KK, sudah banyak peluang kerja yang tercipta dan betapa besar pendapatan daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setiap tahun yang bias dikelola karena ada kontribusi dari dana bagi hasil (DBH) pajak mineral tambang yang dikelola PT Sorikmas Mining.
Belum lagi potensi berbagai retribusi dan juga dividen seandainya Pemkab Madina memiliki saham sebagaimana Tapsel memilikinya di PT Agincourt Resources atau perusahaan asing yang berinvestasi di sector tambang sebagaimana amanat UU, katanya.
Dari penelusuranSinar Tabagseldi Kabupaten Madina,kehadiran investor tambang di tengah-tengah masyarakat justru mendorong munculnya tambang emas illegal yang beroperasi di sepanjang jejeran bukit-barisan. Demam emas merebak di lingkungan masyarakat, memaksa warga di sekitar wilayah tambang milik PT Sorikmas Mining menguji peruntungan sebagai penambang emas.
Meskipun kegiatan penambangan emas yang dilakukan rakyat dinilai illegal, namun masyarakat yang tak paham melakukan eksplorasi tambang emas serta tak mengerti bagaimana ilmu pengetahuan dan teknologi tambang untuk menemukan cadangan emas, harus diakui usaha tambang illegal ini sukses mengumpulkan banyak emas.Mereka lebih hebat dibandingkan para ahli PT Sorikmas Mining dalam menemukan emas, sehingga lembah-lembah di jejeran Bukit Barisan sekitar Kabupaten Madina berubah menjadi kawasan tambang emas liar yang menyedot ribuan tenaga kerja.
Kegiatan tambang rakyat ini menunjukkan, mereka seakan-akan sudah memahami bahwa potensi biji emas sangat besar di Kabupaten Madina. Potensi yang sangat besar itu mampu menciptakan peluang kerja baru di lingkungan masyarakat Madina seperti menjadi ojek pengantar material tambang illegal dari lokasi tambang di lembah Bukit barisan ke lokasi penggelundungan yang ada di sejumlah desa.
Usaha gelundung (pengolahan material hasil penggalian tambang liar) juga marak di masyarakat dengan investasi yang tak sedikit. Kehadiran peluang kerja jenis baru ini telah meningkatkan perekonomian masyarakat, karena mereka mendapat margin keuntungan dari hasil tambang liar yang dilakukan masyarakat.
Sementara di lokasi tambang-tambang rakyat, tampak pemandangan para penambang menciptakan iklim usaha tambang yang lebih merakyat. Ada pengusaha pemilik lahan yang menyewakan lubang-lubang tambang kepada pihak-pihak yang ingin investasi di lubang tambang dengan nilai berkisar Rp10 juta sampai Rp15 juta per lubang tambang. Para investor skala kecil ini ada yang dating dari Padang Sidimpuan, Tapanuli sElatan, Labuhanbatu, dan berbagai kota di Sumatra Utara.
Beberapa pengusaha tambang rakyat yang ditemuiSinar Tabagseldi Kecamatan Nagajuang, misalnya, mengaku sudah seharusnya pemerintah mengusir PT Sorikmas Mining dari Tanah Mandailing. Pasalnya, masyarakat lebih paham cara mengelola potensi sumber daya emas yang ada dan telah melakukan usaha penambangan serjak 2000.
Persoalan kami, pemerintah menyebut kami illegal. Padahal, pemerintah bisa memberi untuk melegalkan usaha tambang rakyat ini, kata pengusaha pemilik lahan dan lubang tambang yang menolak disebutkan namanya.
Menurut data di Kementerian ESDM, tak ada lembaga usaha yang bergerak di bidang pertambangan mineral (emas) di Provinsi Sumatra Utara yang memegang Izin Usa Penambangan (IUP) apalagi Izin Penambangan Rakyat (IPR).Karena itu, usaha penambangan mineral (emas) rakyat yang ada di Sumatra Utara digolongkan illegal.
Meskipun begitu, Kementerian ESDM mengakui keberadaan tambang rakyat yang belum memiliki izin atau sering disebut Penambang Emas Tanpa Izin (PETI). Berdasarkan hasil sinkronisasi data investaris PETI Kementerian ESDM 2020, terdapat 18 lokasi PETI berada dalam wilayah KK dan IUP. Sedangkan PETI di luar Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), tersebar pada 13 provinsi yaitu Riau, Sumatera Utara, Jambi, Bengkulu, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Gorontalo, Sulawesi Utara, dan Maluku.
Kementerian ESDM menyebut, akar masalah pertambangan tanpa izin adalah masalah perekonomian, persepsi masyarakat terhadap hukum dan peraturan, serta pertambangan yang dilakukan di wilayah yang terlarang. Namun demikian, pemerintah dapat mengambil peran dalam mendukung proses formalisasi dan penertiban sektor pertambangan rakyat tersebut seperti menetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) bagi yang memenuhi persyaratan, mengawasi jalur perdagangan merkuri, sianida, dan komoditas tambang, merelokasi penambangan tanpa izin yang berada di luar WPR untuk direlokasi ke dalam WPR sehingga lebih mudah untuk dilakukan pembinaan dan pengawasan.Selain itu, pemerintah juga bisa menginisiasi agar ada kerja sama penambang rakyat dengan pemegang IUP/KK, dimana perusahaan merangkul penambang rakyat di wilayahnya.
Keberadaan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba sebetulnya sudah menjawab perkembangan, permasalahan dan kebutuhan hukum dalam penyelenggaraan pertambangan.UU Minerba juga mendorong kegiatan eksplorasi untuk penemuan deposit melalui penugasan penyelidikan dan penelitian kepada lembaga riset negara, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau badan usaha swasta, dengan pengenaan kewajiban penyediaan dana ketahanan cadangan kepada pelaku usaha. Pelaksanaan UU ini juga berorientasi meningkatkan dan menggairahkan kegiatan eksplorasi komoditas minerba khususnya komoditas emas dan perak. (Bersambung)
Discussion about this post