SIKAP REDAKSI-Tepat satu bulan pasca insiden gas beracun yang menewaskan 5 warga Desa Sibanggor Julu dan 52 orang lainnya harus melalui perawatan intensif di rumah sakit, Kementerian ESDM melalui surat tertanggal 19 Februari 2021 memberikan izin pengoperasian kembali PT SMGP. Izin tersebut menuai pro kontra dan memunculkan berbagai macam asumsi.
Namun, Kementerian ESDM telah bulat dengan keputusan tersebut dan pada 26 Februari, dari semula yang dijadwalkan 25 Februari, PT SMGP resmi beroperasi kembali. Keputusan yang terkesan mendadak ini menuai perogolakan di kalangan masyarakat. Apalagi, sebelumnya Kemeterian ESDM melalui Dirjen EBTKE telah menyatakan ada maloperasional dalam kasus keracunan gas tersebut. Yang namanya mal operasional bisa diartikan operasi itu disengaja, tapi tidak mengikuti prosedur atau standar operasional yang berlaku.
Pun, Polda Sumut yang sempat turun ke lokasi sedang mendalami kasus ini. sementara di Mandailing Natal, DPRD Madina sebagai perwakilan suara rakyat baru saja membentuk pansus untuk melihat lebih detail kasus yang masih meninggalkan trauma bagi banyak masyarakat di wilayah kerja perusahaan. Pansus dan penyelidikan yang masih berproses menjadi satu landasan lain yang menguatkan pengoperasian kembali PT SMGP terkesan dipaksakan dan gegabah.
Lalu, tiba-tiba Direktur Utama PT SMGP, Riza Pasikki tampil di media dengan menyampaikan target suplai listrik sampai 140 mega watt di akhir 2021. Kehadiran Pasikki dalam persepsi perusahaan atau teknis tentu tak menyalahi aturan sebab ia menjabarkan target kerja perusahaan yang ia pimpin. Namun, secara moral tindakan ini kurang beretika mengingat 1 bulan sebelumnya akibat kelalaian perusahaan tersebut 5 nyawa harus melayang dengan 3 di antaranya adalah anak-anak.
140 mega watt yang dijanjikan oleh Direktur Utama PT SMGP juga perlu dilakukan penimbangan dari sisi kesehatan, dampak sosial, dampak lingkungan dan dampak ekonomi. Jangan sampai keyakinan itu hanya sebatas lips service semata yang justru berujung petaka di kemudian hari. Toh, kepercayaan diri perusahaan yang berlebih yang telah membawa petaka dan tragedi yang terjadi pada 25 Januari 2021 lalu.
Perusahaan maupun pemerintah punya dalih yang menguatkan operasi PT SMGP harus disegerakan; mulai dari keberadaan perusahaan yang merupakan perusahaan multinasional, keberadaan karyawan sampai kekhawatiran pada rusaknya komponen perusahaan akibat tidak dipakai dalam waktu tertentu. Namun, keadilan bagi publik yang selama ini ditunggu justru tercederai.
Adanya mal operasional yang menyebabkan hilangnya nyawa masyarakat secara hukum patut dipidanakan. Hal ini pula yang disampaikan Bupati Madina beberapa waktu lalu. Bupati dengan tegas meminta penegak hukum bekerja secara maksimal. Selain itu, poin-poin yang menjadi perhatian perusahaan untuk segera dilaksanakan belum juga terpenuhi.
Kerancuan pengoperasian PT SMGP ini patut dicurigai sebagai satu arogansi perusahaan terhadap masyarakat.
Tentu, menolak keberadaan perusahaan bukan satu langkah bijak. Negara dan daerah butuh keberadaan perusahaan tersebut. Apalagi apa yang menjadi proyek PT SMGP sangat urgen dan menjadi satu prioritas pemerintah. Namun, bukan berarti ketika perusahaan melakukan kelalaian semua selesai dengan bantuan sembako dan ganti rugi semata. Sementara oknum yang lalai dan menyebabkan terjadinya tragedi tersebut tidak dijerat secara hukum.
Perusahaan dengan risiko tinggi seperti ini, bukan tidak mungkin di masa mendatang akan ada kesalahan serupa. Jika hari ini, pemerintah tidak melakukan penegakan hukum dan justru cenderung mendukung perusahaan, bisa dibayangkan mimpi buruk apa yang akan dihadapi masyarakat di masa mendatang.
Kementerian ESDM, yang sebelumnya menyatakan ada mal operasional, semestinya hadir dengan hasil audit dan investigasi yang transparan sehingga masyarakat paham dan mengerti sejauh mana kesalahan dan kelalaian perusahaan serta tindakan hukum dan sanksi apa yang diterima PT SMGP. Melihat itu semua, pengoperasian yang terkesan mendadak, gegabah dan mencuatkan arogansi kapital ini patut dipertanyakan urgensinya.
Pengoperasian kembali PT SMGP sebenarnya bisa saja dilakukan dengan segera. Namun, sebelum itu semua tuntutan, proses hukum dan rekomendasi pansus DPRD Madina harus lebih diutamakan. Jika ingin segera beroperasi, maka perusahaan dan pemerintah juga harus berkolaborasi untuk memastikan hukum berjalan dengan adil dan masyarakat yang terkena dampak mendapat perhatian penuh.
Sementara itu, poin-poin yang diwajibkan pemerintah untuk dipenuhi harus segera dilaksanakan. Termasuk, pembebasan lahan untuk wilayah yang dekat dengan pipa sehingga hal serupa bisa dihindarkan di masa mendatang. Negara dan masyarakat butuh dengan keberadaan SMGP, baik dipandang dari sisi output yang dihasilkan perusahaan maupun dari sosial ekonomi. Namun, itu semua tidak lebih penting dari keselamatan masyarakat.
Tim Redaksi StArtNews