
PERDEBATAN efisiensi pemanfaatan honor atau sebutan lain di internal pemerintah yang bukan Aparatur Sipil Negara (PNS+P3K) sejak lama sampai saat ini masih saja trending. Kali ini tidak tanggung-tanggung sumbernya. Bukan ditandatangani setingkat eselon satu, apalagi eselon dua, tapi langsung Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB).
Isinya juga tidak tanggung-tanggung. Surat berperihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang baru saja diterbitkan oleh MenPAN-RB RI Tjahjo Kumolo per 31 Mei 2022 tersebut memerintahkan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) menyusun langkah strategis penyelesaian pegawai non-ASN yang tidak memenuhi syarat dan tidak lulus seleksi Calon PNS maupun Calon PPPK di instansi masing-masing.
Langkah strategis ini, paling utama menghapus jenis kepegawaian selain PNS dan PPPK di lingkungan instansi masing-masing. Jadi, inti ihwalnya adalah kebijakan penghapusan status pegawai honorer di lingkungan pemerintahan. Ini dapat diartikan bahwa pegawai honorer harus diakhiri masa baktinya paling lambat sudah tuntas per tanggal 28 November 2023. Selanjutnya juga ditekankan bahwa PPK (bupati/wali kota di kabupaten/kota) tidak lagi melakukan perekrutan pegawai non-ASN.
Lebih jelasnya, isi penekanan surat di bagian akhir, yakni melakukan pemetaan pegawai non-ASN di lingkungan instansi masing-masing dan bagi yang memenuhi syarat dapat diikutsertakan/diberikan kesempatan mengikuti seleksi Calon PNS maupun PPPK.
Menghapus jenis kepegawaian selain PNS dan PPPK di lingkungan instansi masing-masing dan tidak melakukan perekrutan pegawai non-ASN. Dalam hal instansi pemerintah membutuhkan tenaga lain seperti pengemudi, tenaga kebersihan, dan satuan pengamanan dapat dilakukan melalui tenaga alih daya (outsourcing) oleh pihak ketiga dan status outsourcing tersebut bukan merupakan tenaga honorer pada instansi yang bersangkutan.
Menyusun langkah strategis penyelesaian pegawai non-ASN yang tidak memenuhi syarat dan tidak lulus seleksi Calon PNS maupun Calon PPPK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum batas waktu tanggal 28 November 2023.
Bagi Pejabat Pembina Kepegawaian yang tidak mengindahkan amanat sebagaimana tersebut di atas dan tetap mengangkat pegawai non-ASN akan diberikan sanksi berdasarkan peraturan perundang-undangan dan dapat menjadi bagian dari objek temuan pemeriksaan bagi pengawas internal maupun pengawas eksternal pemerintah.
Bila suasana ini dikatakan pahit rasanya bagi pegawai honor, tentulah tidak dapat dinapikan karena menyangkut kehidupan dan masa depan. Akan tetapi, perlu pula dipahami bahwa bukan berarti pemerintah tidak melakukan sistematisasi dan antisipasi terhadap tindakan kebijakan ini. Karena apa yang ditetapkan saat ini merupakan rentetan kebijakan sebagai upaya dengan skema yang cukup panjang dalam menata keberadaan aparatur pemerintah negara sampai ke daerah. Tentu sejak awal penataan ini sudah dapat diprediksi dampak yang akan terjadi.
Konsep penataan pegawai tentu akan berprinsip mengambil orang-orang terbaik dari yang terbaik dalam sistem rekruitmen. Sedangkan honorer yang selama ini bertugas, pada kenyataan boleh disebut hampir tanpa sistem rekruitmen yang rasional. Ini terlihat dari berbagai aturan yang sudah ada dan dicantumkan dalam surat tersebut pada bagian-bagian awal. Bahkan, peluang honorer atas terbitnya PP 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK merupakan keberpihakan pemerintah memberi kesempatan terhadap honorer yang telah lama mengabdi.
Lagi-lagi toleransi yang tinggi atas standar capaian masih pula diberikan pemerintah bantuan dengan menurunkan standar nilai kelulusan untuk memberi kesempatan lulus PPPK dengan berbagai pertimbangan, yang intinya masih memberi toleransi lagi.
Oleh karena itu, kebijakan yang diambil pemerintah atas Surat MenPANRB Nomor: B/185/ M.SM. 02.03/ 2022 tersebut juga tidak boleh dinilai hanya sebagai tekanan yang sangat sulit diterima honorer. Surat ini juga masih pula meminta PPK untuk melakukan langkah strategis dalam batas waktu relatif memungkinkan. Karena honorer juga banyak memegang peranan strategis teknis yang tidak mudah dilepas begitu saja untuk ditangani oleh penggantinya.
Beranjak dari sejak awal skema kebijakan sampai pada poin-poin dalam surat ini, tentu ada implikasinya, baik berupa peluang maupun tantangan, baik bagi pemerintah maupun honorer itu sendiri yang sangat baik untuk ditelaah.
Implikasi pemetaan pegawai non-ASN merupakan peluang bagi yang memenuhi syarat untuk mengikuti seleksi Calon PNS, terutama PPPK, sebagai pelamar prioritas. Tentu ini juga sekaligus tantangan di waktu yang sangat terbatas ini untuk digunakan belajar dan latihan memaksimalkan kemampuan mengikuti seleksi nantinya. Karena honorer juga telah ditunggu Permen PAN-RB Nomor 20/2022 tentang Pengadaan PPPK yang terbit lebih dahulu dari Surat MenPAN-RB pada tanggal 20 Mei 2022.
Implikasi penghapusan jenis kepegawaian selain PNS dan PPPK memberi peluang alokasi dana APBD yang lebih efisien, terutama pada anggaran yang semakin menipis, dibandingkan dengan jumlah pegawai yang lebih dari cukup, sehingga juga menjadi peluang penambahan biaya pembangunan. Namun, juga tantangan bagi pemerintah untuk penataan tenaga teknis strategis, terutama yang berhubungan dengan sistem-sistem yang selama ini senyatanya ditangani dan dikuasai teknisnya oleh pegawai non ASN.
Pada sektor pendidikan juga menjadi tantangan untuk mengisi formasi yang nantinya lowong terutama sekolah di daerah pedalaman dan sulit dijangkau. Bila formasi guru ini tidak terisi dapat dipahami implikasinya terhadap anak didik dan rentetan selanjutnya dalam sistem pendidikan.
Implikasi larangan perekrutan pegawai non-ASN, menjadi peluang formasi ASN dari masyarakat umum, dengan harapan memperoleh hasil rekriutment dengan standar yang kualifaid, sehingga ke depan ASN lebih tertata dari sisi kemapanan pikir, keterampilan, mental dan unsur lainnya.
Langkah strategis PPK untuk penyelesaian pegawai non-ASN yang tidak memenuhi syarat dan tidak lulus seleksi sampai kurun waktu tanggal 28 November 2023 menjadi tantangan tersendiri dalam mengisi kekosongan personil terutama pada tugas-tugas teknis yang strategis. Kabat buruknya adalah banyak ASN senior yang tidak melek teknologi dan juga belum melek sistem ‘e”, bahkan ada yang terindikasi alergi terhadap sistem ‘e”. Tentu membutuhkan pula pola penataan untuk pengisian formasi dan berbagai kebijakan yang harus sudah dipersiapkan sehingga tidak mengganggu pada sistem yang sudah terbangun per 28 November 2023.
Tentang PPK tetap mengangkat pegawai non-ASN akan diberikan sanksi berdasarkan peraturan perundang-undangan dan dapat menjadi bagian dari objek temuan pemeriksaan bagi pengawas internal maupun pengawas eksternal pemerintah, masih menggunakan karakter ‘dapat’ dalam kalimat tersebut. Implikasinya memberi kesempatan untuk diabaikan. Seharusnya karakter ‘dapat’ dihapus, sehingga lebih pasti, bahkan akan lebih baik lagi bila kata tersebut diganti dengan karakter ‘harus/wajib’, sehingga implikasinya tidak boleh untuk tidak.
Sedangkan sanksi di dalam pasal tersebut masih jauh dari kemungkinan pelaksanaan, terkecuali seandainya jelas jenis sanksi dengan acaman jabatan yang tinggi dan kejelasan pola tindakan sanksi. Logisnya PPK akan diberi sanksi apa dan siapa pemberi saksinya dan siapa yang akan memeriksanya. Atau akankah menunggu aturan baru tentang sanksi tersebut. Ini masih memunculkan keraguan yang tinggi dalam pelaksanaannya oleh PPK. Terutama bila secara politis, pun kurang menguntungkan bagi PPK.
Kondisi ini dapat dibandingkan dengan Hukuman Disiplin PNS pada PP 94/2021 yang salah satu poin pada pasal 11 ayat 2 menyebut pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sindiri bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara terus menerus selama sepuluh hari atau kumulatif selama 28 hari dalam setahun. Bahkan mereka yang PNS terindikasi seperti ini banyak yang kemudian menduduki jabatan dan malah melengserkan PNS yang bekerja baik.
Pada akhirnya kebijakan ini memang penting disiapkan penataanya di daerah, dan setuju saja untuk tidak merekrut non-ASN lagi. Namun harapan honorer, tentu jangan sampai terlalu buru-buru eksekusi melepas mereka. Perlu pemikiran yang matang tentang pengalaman penataan PNS selama ini. Efektifitas setingkat surat ini dibanding dengan PP seperti di atas menjadi pengalaman dalam menata PNS, sebagai refernsi eksekusi bagi PPK. (***)